Berita

Dari kiri ke kanan: Ir. Sukarno, Dr. Rizal Ramli, dan Moh. Hatta/Net

Publika

Belajar Pluralis Dari Pendiri Bangsa, Rizal Ramli: Wes, Pokoke Indonesia…

SABTU, 14 AGUSTUS 2021 | 20:35 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN*

ROSIHAN Anwar  menyebut salah satu ciri para tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia ialah tidak suka bersikap provincialis.

Sikap ini mereka buang agar  persatuan terpelihara.

Itulah sebabnya Sukarno yang orang Jawa misalnya,  selalu bercakap-cakap dalam bahasa Sunda dengan para pembantunya di  istana, yang terdiri dari tukang kebun, sopir, juru masak, pembersih kamar, dan para pengasuh anak-anaknya, yang kebetulan banyak yang berasal dari Tanah Priyangan.


Sutan Sjahrir yang Urang Awak menurut kesaksian para sahabatnya yang multi etnis, hampir tidak pernah terdengar menonjolkan kesukuan dan berbahasa Minang, meski kepada yang tua seperti Haji Agus Salim dan Tan Malaka ia menaruh hormat dengan menyapa mereka Engku atau Datuk.

Haji Agus Salim sendiri seorang Poliglot yang mendidik anak-anaknya menjadi internasionalis dengan menjauhi sikap provincialis. Sehingga diajarkanlah mereka secara otodidak bahasa Perancis, Jerman, Arab, Inggris, dan Belanda sejak kecil.

Sikap-sikap anti provincialis ini ditanamkan karena para pendiri bangsa itu sangat sadar kolonialisme suka memecah belah (devide et impera). Mengkotak-kotakkan suku dan agama untuk diadu domba dan menjadikan bangsa ini pecah berkeping-keping.

Dr Soetomo dan Tjipto Mangunkusumo bukan saja anti provincialis,  tetapi juga menolak feodalisme dan tabu-tabu sosial di masyarakat, beristrikan wanita Eropa, dan memilih bahasa Indonesia saat berpidato di Volksraad ketimbang berbahasa Belanda atau Kromo Inggil seperti umumnya priyayi pada masa itu yang suka membungkuk-bungkuk.

Menimbulkan kesan ironi dan aneh beberapa hari lalu Megawati Sukarnoputri justru memperlihat kecenderungan sikap provincialis dengan menyatakan saat ini tidak ada lagi tokoh Sumatera Barat yang populer seperti di era kemerdekaan.

Pernyataan Megawati ini disikapi oleh ahli strategi komunikasi, Jerry Massie. Ia mengaku masih meraba motif yang melatari Mega menyampaikan pernyataan itu.

“Saya tak paham  Megawati menyebut dalam frame atau kerangka apa? Soalnya tak ada hujan tak ada angin dia melontarkan pernyataan itu,” ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/8).

Yang jelas, menurutnya pernyataan itu melukai warga Sumatera Barat. Untuk itu, dia meminta Megawati untuk bisa berpikir matang mengenai dampak dan risiko atas pernyataan yang disampaikan.

Jerry mengingatkan bahwa kini masih ada tokoh terkemuka dari Sumatera Barat seperti ekonom senior Dr Rizal Ramli yang merupakan tokoh berkaliber nasional dan internasional.

Terobosan Rizal Ramli saat menjabat Menko Perekonomian di era Gus Dur telah berhasil menyelamatkan negeri ini dari jurang krisis global. Apalagi, kata Jerry, Rizal Ramli pernah menjadi guru ekonomi Megawati.

“Rizal Ramli tokoh asal Sumbar yang sangat disegani saat ini. Jadi barangkali Ibu Mega harus meralat kata-kata beliau,” sambung Jerry Massie.

Tentu saja setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya.

Dr Rizal Ramli yang meskipun lahir di Sumatera Barat, bukanlah seorang provincialis. Tokoh pluralis ini sejak kecil, remaja dan dewasa, tumbuh di Tanah Pasundan, yaitu Bogor dan Bandung (ITB).

Baginya keindonesiaan adalah yang utama. Seperti halnya Sukarno yang juga tumbuh dan menemukan pesemaian nasionalisme di Tanah Pasundan, Bandung.

Sukarno  memulai debutnya sebagai tokoh pergerakan di ITB seperti halnya pula Rizal Ramli.

Sebagai tokoh berciri problem solver, yang memiliki integritas dan track record berpihak kepada wong cilik Rizal Ramli menomorsatukan Indonesia di hati, pikiran, dan tindakan.

Makanya saat muncul pemberitaan berkaitan dengan pernyataan Megawati itu Rizal Ramli merespon secara biasa saja. Di akun twitter-nya ia hanya menulis:

“Wes, pokoke Indonesia. Aya-aya wae itu berita,” ujar tokoh  yang mendiang  istrinya berasal dari Jawa dan punya banyak sekali  teman dari berbagai suku dan agama, termasuk dari mancanegara itu.

Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati sejarah.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya