Presiden Joko Widodo diminta tak perlu bingung memilih sosok calon panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun pada November 2021 mendatang.
Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun mengatakan, mekanisme sirkulasi panglima sudah tercantum dalam undang-undang.
"Mekanisme sirkulasi elite TNI yang saya maksud adalah menurut Undang-Undang 34/2004 yang menyebutkan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap matra angkatan," kata Ubedilah, Jumat (13/8).
Karena itu, lanjut Ubedilah, Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Adapun, pengangkatan tersebut bersifat kultural, bukan struktural. Jika merujuk ketentuan itu, maka pergantian panglima TNI November mendatang menjadi giliran TNI AL.
"Saya termasuk meyakini bahwa siapa pun Kepala Staf di TNI, mereka adalah kader terbaik di matranya. Karena TNI adalah salah satu institusi yang kaderisasinya jelas dan terbaik di Indonesia," paparnya.
Dalam penentuan Panglima TNI, presiden perlu menggunakan logika UU dengan memperhatikan profesionalitas, integritas, loyalitas dan track record calon panglima. Oleh karena itu presiden tidak perlu bingung dan para Kepala Staf beserta keluarganya juga tidak perlu melakukan lobi-lobi politik.
"Tentang perlunya persetujuan DPR juga tidak perlu dikhawatirkan karena DPR kan memang saat ini hanya sebagai stempel pemerintah karena lebih dari 80% anggota adalah pemerintah," jelasnya.