Berita

Presiden Zambia Edgar Lungu/Net

Dunia

Pemilu Zambia 2021, Penentuan Nasib Petahana atas Kinerja Ekonomi Terburuk dalam Beberapa Dekade

RABU, 11 AGUSTUS 2021 | 19:00 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Dalam hitungan hari, Zambia akan menentukan masa depannya dengan menggelar pemillu pada 12 Agustus mendatang. Rakyat akan dengan memilih seorang presiden, 156 anggota parlemen, dan 117 pemimpin dewan distrik.  

Pemilu 2021 juga menjadi pertaruhan apakah petahana Presiden Edgar Lungu akan terpilih kembali setelah kinerja ekonomi terburuk negara itu dalam beberapa dekade dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang telah menimbulkan kekhawatiran kerusuhan di negara Afrika selatan tersebut.

Lungu akan bersaing dengan rival utamanya Hakainde Hichilema (59) yang mencalonkan diri untuk keenam kalinya dalam pemilihan presiden.

Hichilema telah kalah tipis dari Lungu sebanyak dua kali, pertama dalam pemilihan sela 2015 setelah kematian mantan presiden Michael Sata dan kemudian dalam jajak pendapat umum pada tahun berikutnya.

Lungu mengerahkan tentara menyusul bentrokan antara pendukung saingan menjelang pemilihan presiden dan parlemen, sebuah langkah yang dikecam sebagai taktik untuk mengintimidasi pemilih oposisi.

Para analis mengatakan hasil pemilihan yang diperebutkan dengan ketat akan menentukan nada untuk investasi di negara Afrika selatan yang kaya tembaga, di mana lebih dari setengah dari 17 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan.

Survei menunjukkan kesulitan ekonomi telah mengikis dukungan untuk Lungu, yang dituduh meminjam secara tidak berkelanjutan untuk membiayai proyek infrastruktur yang mencolok, karena biaya hidup melonjak.

Di ibukota Lusaka, manifesto partai Hijau Patriotik Front (PF) yang menaungi Lungu telah mendominasi papan reklame yang berjajar di jalan raya dan jembatan layang yang baru dibangun. Mereka meneriakkan 'prestasi' di bidang konstruksi, pertanian, dan lapangan kerja bagi kaum muda.

Pemilih oposisi, yang warna partainya merah, tidak menonjolkan diri di Lusaka, yang secara tradisional merupakan kubu PF.

Beberapa dari mereka bahkan mengenakan pakaian hijau, warna partai yang berkuasa, untuk menghindari masalah -- yang dikenal sebagai 'taktik semangka'.

"Kami tidak merasa aman...ada begitu banyak intimidasi," kata pendukung UPND William Njombo, seorang pendeta berusia 42 tahun yang menjadi sukarelawan di markas besar partai, seperti dilaporkan Africa News.

Tidak ada kampanye besarbtahun ini, penyebabnya pandemi Covid-19, dan hanya mengijinkan kampanye dari pintu ke pintuu, meskipun para politisi telah berkumpul dengan kedok acara pembagian masker.

Kritikus pemerintah mengatakan pandemi telah digunakan untuk menggagalkan oposisi.

Tim Hichilema mengatakan mereka telah dilarang memasuki beberapa bagian negara itu, termasuk Provinsi Copperbelt pusat yang strategis, pendukung mereka dibubarkan dengan gas air mata.

Ada juga kekhawatiran tentang daftar pemilih yang baru disusun, yang menurut beberapa pengamat condong ke kubu PF, dan undang-undang keamanan siber kontroversial yang dapat digunakan untuk memblokir internet.

"Rezim petahana tidak akan berhenti untuk memanipulasi pemungutan suara," kata juru bicara UPND Anthony Bwalya kepada AFP.

Amnesty International memperingatkan pada bulan Juni bahwa penindasan di bawah Lungu telah mendorong Zambia ke ambang krisis hak asasi manusia.

Mereka mencatat penutupan media independen, pemenjaraan tokoh oposisi dan pembunuhan polisi terhadap setidaknya lima orang sejak 2016.

Hichilema sendiri mengaku telah ditangkap sebanyak 15 kali sejak menukar karir bisnisnya dengan politik.

"Ada kekhawatiran," kata analis politik Zambia O'Brien Ka'bah, yang tidak yakin apakah Lungu akan mengakui kekalahan.

"Militer di jalanan menciptakan dinamika baru," tambahnya.

Kedutaan Besar AS di Lusaka telah mendesak polisi dan militer untuk menerapkan hukum secara adil dan manusiawi dalam pemilihan yang kompetitif.

Sementara kekerasan pra-pemilu tidak jarang terjadi di Zambia, setiap transisi kekuasaan berlangsung damai sejak bekas jajahan Inggris itu mengadopsi demokrasi multi-partai pada tahun 1990.

Lebih dari tujuh juta orang terdaftar untuk memilih antara yang akan dimulai pukul 6:00 pagi hingga 18.00 sore, dengan hasil yang diharapkan pada hari Minggu.

Hasil di Lusaka -- kota berpenduduk lebih dari 3,3 juta jiwa -- dan provinsi Copperbelt tengah akan menjadi kunci untuk menentukan pemenang.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya