Berita

Mantan KKP Edhy Prabowo tersandung kasus rasuah benur/RMOL

Hukum

Penasihat Hukum Edhy Prabowo: Tuntutan 5 Tahun Dipaksakan, Jaksa Ambigu

SELASA, 29 JUNI 2021 | 23:59 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Tuntutan lima tahun penjara oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dianggap dipaksakan dan tidak sesuai dengan fakta persidangan.

Demikian tanggapan tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Edhy, Soesilo Aribowo kepada wartawan usai mendengarkan dan menghadiri sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/6).

"Pertama saya bilang begini. Bahwa surat tuntutan itu saya berpendapat agak dipaksakan. Karena sangat inline dengan dakwaan tapi fakta-faktanya tidak terjadi seperti itu," ujar Soesilo.


Soesilo pun membeberkan beberapa hal yang dianggapnya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan. Misalnya kata Soesilo, adalah terkait kewenangan.

"Soal kewenangan Pak Jaksa sendiri ambigu saya lihat, mengakui bahwa itu bukan kewenangan sebenarnya pengurusan izin ekspor dan budidaya itu kewenangan dari Pak menteri, karena itu sudah didelegasikan kepada para Dirjennya. Namun, menjadi dimintai pertanggungjawaban karena adanya intervensi," kata Soesilo.

Akan tetapi kata Soesilo, dalam fakta persidangan, tidak ada satu pun saksi yang mengatakan bahkan tidak tahu adanya intervensi dari Edhy. Termasuk Sekretaris pribadi (Sespri) maupun Staf khususnya.

"Tidak pernah itu ada intervensi. Artinya apa? Bahwa Pak Edhy sebenarnya tidak dalam kewenangannya, terkait dengan perizinan-perizinan yang dituduhkan pada Pak Edhy itu sendiri. Ini kan tuduhannya Pak Edhy dianggap menerima uang hasil dari proses mempercepat perizinan lobster dan izin ekspor. Namun, di dalam faktanya tak terjadi seperti itu, tidak ada seperti itu," jelas Soesilo.

Bahkan kata Soesilo, terkait uang 77 ribu dolar AS, juga tidak ada bukti yang dapat membuktikan bahwa uang tersebut diterima oleh Edhy.

"Kemudian yang ketiga, terkait mengenai hak-hak jabatan publik. Saya kira di era seperti ini sudah tidak lagi menjadi bagian yang urgent ya untuk membatasi orang, karena itu menjadi pelanggaran hak sendiri untuk membatasi orang menjadi jabatan publik," terang Soesilo.

Dalam tuntutannya, Jaksa meminta Majelis Hakim untuk mencabut hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

"Jadi pada intinya, intervensi-intervensi yang tadi dituduhkan oleh Penuntut Umum dalam surat tuntutannya kepada Pak Edhy itu sama sekali tidak ada fakta-fakta yang menunjukkan itu. Sehingga tidak bisa disangkakan bahwa Pak Edhy itu telah menerima uang," tegas Soesilo.

"Sehingga katakanlah Pak Edhy ini disangkakan menerima suap, itu yang mana? Bahkan ada hal yang paling penting, itu adalah kemarin hadir saksi fakta dari KPK, yang membedah aliran-aliran uang. Tidak ada satu pun rekening yang masuk ke rekeningnya Pak Edhy, tidak ada itu," sambung Soesilo.

Dalam perkara suap benur ini, Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Edhy juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan.

Tak hanya itu, Jaksa juga menuntut agar Edhy dijatuhi hukuman tidak bisa dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya