Berita

Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati/Net

Politik

Disesalkan, Sosialisasi Rancangan KUHP Tidak Libatkan Masyarakat Dan Akademisi

SENIN, 14 JUNI 2021 | 12:58 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Aliansi Nasional Reformasi KUHP merespon acara diskusi publik dan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang digelar oleh Kemenkumham.

Alianasi nasional yang terdiri dari sekitar 50 LSM ini menilai, pemerintah seharusnya melibatkan masyarakat dalam sosialisasi RKHUP yang salah satunya digelar di Jakarta.

"Aliansi tidak melihat ada perubahan dari susunan pembicara. Pemerintah tetap tidak melibatkan baik dari masyarakat sipil ataupun akademisi dari bidang ilmu dan perspektif berbeda untuk memberikan masukan pada RKUHP pada porsi yang berimbang dengan Pemerintah dan DPR," ujar peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati dalam keterangannya, Senin (14/6).


Maidina menuturkan, beberapa anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP memang diketahui diundang dalam sosialisasi pada 14 Juni 2021. Namun, porsi masukan hanya dialokasikan satu jam dan itupun hanya pada sesi tanya jawab.

"Tidak seimbang dengan materi substansi yang melibatkan enam pembicara dari tim perumus pemerintah dan DPR dengan alokasi waktu selama tiga jam lebih," tuturnya.

Hal lain, tidak semua kalangan masyarakat sipil yang berpotensi terdampak mendapatkan undangan dari pemerintah. Seperti dari kelompok penyandang disabilitas, kelompok advokasi Kesehatan reproduksi, kelompok rentan dan lain sebagainya.

Belum lagi, masalah ketidakjelasan proses dan draf RKUHP yang akan dibahas. Menurut Maidina, pemerintah dan DPR tidak secara jelas memberikan ketegasan apakah draf yang diedarkan pada acara sosialisasi RKUHP di Manado (sosialisasi ke-11 sebelum Jakarta) merupakan draf terbaru atau hanya sosialisasi draf lama yang ditolak masyarakat pada September 2019.

"Apabila ini adalah draf terbaru, kami tidak melihat adanya perubahan sedikitpun dalam draf tersebut, draf yang diedarkan masih merupakan draf versi September 2019 yang ditolak oleh masyarakat," tegasnya.

Publik, masih kata Maidina, tampaknya perlu mengetahui proses kajian dan pembaruan RKUHP selama hampir dua tahun ini paska penolakan September 2019 yang sudah dilakukan oleh pemerintah.

Apabila tidak ada perubahan, maka sosialisasi ini bukan mendengarkan masukan publik paska penolakan RKUHP September 2019 yang bahkan sampai memakan korban jiwa dan munculnya pernyataan Presiden untuk menunda dan mengkaji ulang RKUHP.

"Aliansi Nasional Reformasi KUHP jelas mendukung upaya-upaya pembaruan KUHP, kami juga sejalan dengan DPR dan pemerintah yang ingin menciptakan KUHP baru yang jauh dari sifat kolonial, KUHP baru yang modern dan sesuai dengan konstitusi," kata dia.

"Untuk itu, pemerintah dan DPR tampaknya perlu diingatkan lagi bahwa dasar penundaan RKUHP adalah substansial, terkait dengan materi muatan RKUHP. Presiden sendiri yang menyatakan hal ini," sambung Maidina menambahkan.

Atas dasar itu, RKUHP butuh dibahas secara substansial dengan keterbukaan pemerintah dan DPR untuk adanya perubahan rumusan, penghapusan pasal atau bahkan koreksi pola pembahasan yang harusnya lebih inklusif melibatkan ahli tidak hanya ahli hukum pidana. Bukan hanya sosialisasi searah terus menerus seakan masyarakat tidak paham masalah RKUHP.

"Dan apabila pemerintah dan DPR masih ingkar, nampaknya penolakan masyarakat akan sulit untuk dibendung," pungkas Maidina.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP sendiri terdiri dari; ICJR, ELSAM, AJI, LBH Pers, Imparsial, KontraS, ICW, HuMA, PBHI, LeIP, LBH Jakarta, PKBI, PSHK, Arus Pelangi, HRWG, YLBHI, SEJUK, LBH APIK, LBH Masyarakat, MaPPI FHUI, CDS, ILR, ICEL, Rumah Cemara, WALHI, Jatam, YPHA, Ecpat Indonesia, ILRC, Epistema Institute, Yayasan Kesehatan Perempuan, Aliansi Satu Visi.

Kemudian PKNI, PUSKAPA, AMAN Indonesia, AMAN Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, JKP3, OPSI, Pusat Kajian Gender dan Seks UI, Institut Perempuan, Lintas Feminis Jakarta, Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia, Pusham UII, OHANA, SEHATI Sukoharjo, Green Peace Indonesia, SAFEnet, IJRS, dan Pamflet.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya