Berita

(dari kiri) Kuasa hukum korban mafia tanah Jateng, Ridwan Raharjo, Wishu R, Irwanto Efendi, dan Lukmanul Hakim/Ist

Hukum

Korban Mafia Tanah Bersyukur Bareskrim Polri Ambil Alih Kasus Di Jateng

SELASA, 08 JUNI 2021 | 22:24 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Kasus mafia tanah di Jawa Tengah yang sebelumnya ditangani Polda Jawa Tengah kini diambil alih Bareskrim Mabes Polri.

Dalam menangani kasus yang menimpa 15 korban dengan kerugian sekitar Rp 95 miliar tersebut, Polri telah melakukan gelar perkara sebanyak dua kali.

"Apa yang diperjuangkan klien kami dalam mencari keadilan setidaknya dapat ditanggapi lebih serius oleh penyidik Polri. Apresiasi yang sangat besar untuk Bareskrim Polri," kata kuasa hukum korban, Wishnu Rusydianto usai mengikuti gelar perkara di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (8/6).

Wishnu berharap, Bareskrim Polri tidak ragu untuk menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Sebab, unsur-unsur untuk menaikkan status tersebut ke tahap penyidikan menurutnya sudah terpenuhi.

“Harapan kami harus naik perkara ini ke tingkat penyidikan. Kalau tidak, perkara ini akan menggantung dan akan menjadi makanan empuk oknum pejabat hukum di Jawa Tengah,” terang Wishnu.

Dalam gelar perkara kali ini, salah seorang saksi ahli juga mengusulkan kasus tersebut dinaikkan ke tahap penyidikan.

“Tadi usulan dari saksi ahli saat gelar perkara juga dengan tegas meminta agar perkara ini naik ke penyidikan, tidak ada alasan lain, harus segera naikkan ke penyidikan,” jelasnya.

Gelar perkara sendiri dipimpin oleh Kepala Biro Wasiddik Mabes Polri, Divisi Propam,, dan Divisi Hukum Mabes Polri. Dari pihak pelapor, hadir para kuasa hukum dan juga prinsipal atas nama Ridwan Raharjo.

Sedangkan dari pihak terlapor hanya diwakil oleh kuasa hukum. Sedangkan AH sebagai terlapor tidak hadir dalam gelar perkara kali ini.

Kasus dugaan mafia tanah di Jateng mencuat ke publik usai muncul aduan oleh sedikitnya 15 korban dari berbagai daerah di Jateng terhadap terduga pelaku AH.

Puluhan orang ini mengaku ditipu AH bermodus berpura-pura membeli tanah dengan memberikan uang muka (DP) terlebih dahulu. Setelah memberi DP, pihak AH meminta sertifikat dengan alasan akan dibalik nama.

Namun setelah korban melakukan tanda tangan, sertifikat diduga dimasukkan ke bank dan dijadikan sebagai jaminan untuk melakukan pinjaman dana ke bank. Caranya adalah AH menjaminkan aset milik para korban dengan sistem mark-up di sejumlah bank di Jawa Tengah seperti Mandiri, BJB, BRI Agro, dan Bank Muamalat.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya