Berita

Mantan pangeran dan putera mahkota Raja Iran, Reza Pahlavi/Net

Dunia

Reza Pahlavi: Tinggal Tunggu Waktu, Rezim Republik Islam Iran Akan Segera Berakhir

SELASA, 01 JUNI 2021 | 07:34 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Mantan pangeran Iran, Reza Pahlavi, mengatakan bahwa dalam sejarahnya, sistem totaliter apa pun tidak akan bertahan lama.

"Dunia akan segera melihat akhir dari rezim Republik Islam di Iran, dan ini hanya masalah waktu," katanya, seperti dikutip dari Arab News, Senin (31/5).

Ia berbicara dari Washington DC kepada Frank Kane dari Arab News saat tampil di acara Frankly Speaking.

"Sistem totaliter apa pun, sejarah telah menunjukkan bahwa itu tidak bertahan lama," kata putra mahkota dari raja terakhir Iran, Reza Shah, ini. Shah digulingkan dalam revolusi 1979 yang dipimpin oleh Ruhollah Khomeini, yang kemudian mendirikan Republik Islam.

Reza Pahlavi mengatakan generasi muda Iran menginginkan kehidupan yang berbeda, kehidupan yang tidak disediakan oleh pemerintahan saat ini.

"Hari ini, kami melihat kesempatan untuk kebebasan, lebih dan lebih, lebih keras dan lebih keras di setiap sudut negara. Dan itu menunjukkan fakta bahwa tidak hanya rezim telah kehilangan legitimasinya, tetapi juga mulai kehilangan cengkeramannya," ujarnya.

Berpendapat soal JCPOA, atau kesepakatan nuklir Iran, Pahlavi mengatakan bahwa rezim Iran tidak dapat mengubah perilakunya karena seluruh keberadaannya tergantung pada kelangsungan hidupnya.

Menurutnya, Iran ingin mengekspor ideologi dan mendominasi kawasan, baik secara langsung atau melalui proxy. Itu menunjukkan rezim tidak mampu menerima cara dunia ingin melihat norma.

"Jadi, terlepas dari apa yang coba dinegosiasikan di sini, hasil akhirnya adalah sia-sia. Rezim menggunakan apa pun itu sebagai alat pemerasan. Memaksa dunia untuk menghadapinya sehingga dapat terus mempertahankan cengkeramannya di geopolitik wilayah kita," katanya.

Pencabutan sanksi terhadap Teheran akan menguatkan Republik Islam dan memungkinkannya untuk melanjutkan keadaan konstannya yang menciptakan ketidakstabilan di wilayah tersebut.

"Saya pikir satu-satunya cara untuk mendapatkan lebih banyak hasil bukanlah dengan merilekskan tekanan tetapi dengan memberikan lebih banyak tekanan," katanya.

Dengan menerapkan lebih banyak tekanan pada Republik Islam, justru akan bermanfaat bagi rakyat Iran yang 'membayar harga setiap kali rezim mendapat napas kedua'.

Ia tidak terlalu berharap bahwa rakyat Iran akan menerima keuntungan ekonomi yang akan diperoleh rezim, bahkan jika pembicaraan nuklir yang sedang berlangsung di Wina mengakibatkan Teheran mendapatkan keringanan sanksi.

"Kami telah melihat itu terjadi sekali selama pemerintahan Obama, di mana sejumlah besar uang telah dilepaskan ke rezim dan tidak ada yang dihabiskan untuk rakyat Iran," katanya.

Iran dan kekuatan dunia telah terlibat dalam pembicaraan di Wina sejak April yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang dibatalkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018.

Pembatalan itu sekaligus menerapkan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan terhadap Iran.

Reza Pahlavi merupakan putra dari Reza Shah Pahlavi, Shah (Raja) terakhir Iran yang berkuasa sejak 1941-1979. Shah adalah tokoh yang mempertahankan kebijakan luar negeri pro-Barat dan mendorong perkembangan ekonomi di Iran.

Shah mendapat kekuasaan dari ayahnya, yang mendirikan Dinasti Pahlevi.

Menurut laporan, Dinasti Pahlavi mulai ada pada 1921 ketika seorang perwira Persia Cossack bernama Reza Khan menggulingkan dinasti Qajar yang lebih tua dengan kudeta. Reza Khan kemudian menyebut dirinya 'Reza Shah Pahlavi' setelah kemunculan kerajaan Persia pada abad pertengahan.

Di bawah pimpinan Shah, nasionalisasi industri minyak dipertahankan secara nominal, meskipun pada tahun 1954 Iran menandatangani perjanjian untuk membagi pendapatan dengan konsorsium internasional yang baru dibentuk yang bertanggung jawab untuk mengelola produksi. Dengan bantuan AS, Shah kemudian melanjutkan untuk melaksanakan program pembangunan nasional, yang disebut Revolusi Putih.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya