Berita

Felicia Tissue/Net

Dahlan Iskan

Batin Felicia

MINGGU, 30 MEI 2021 | 05:03 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

MUMPUNG hari Minggu, kita bicara komunikasi di Disway hari ini –dengan contoh Felicia Tissue.

Saya tidak tahu apakah nama belakangnya itu nama panggilan atau sungguhan. Saya tidak pernah mengikuti ”kasus Felicia” ini. Saya terpaksa sedikit tahu karena ada kiriman video dari teman. Saya tidak pernah dengan sengaja ingin atau mencari berita tentang Felicia.

Tiga hari lalu begitu banyak yang kirim ke saya video yang sama: Felicia Tissue. Yang lagi bicara di video. Yang kelihatannya sengaja dibuat khusus untuk itu.


Terasa di video itu Felicia membaca teks. Berarti, isi video tersebut sudah dipersiapkan. Mungkin pula sudah dibaca beberapa kali sebelum divideokan.

Pokoknya: isi video tersebut sengaja dibuat seperti itu.

Wajah Felicia terlihat imut. Sedikit memelas. Air matanya meleleh, tapi terkontrol dengan baik. Cara menyapu air mata itu –dengan jarinya yang dibengkokkan– juga sangat terkontrol.

Felicia pinter: menaruh boneka di sebelahnya duduk. Hanya boneka. Tidak ada apa pun lagi di sekitarnya. Hanya Felicia dan boneka di situ –menggambarkan kesendiriannya setelah di-ghosting oleh calon suaminya yang tidak jadi. Konon boneka itu tempatnya curhat sejak ditinggal diam-diam oleh Kaesang –putra Pak Jokowi.

Saya dua kali memutar video itu. Untuk bisa menyelami esensi apa yang diinginkan Felicia.

Pertama, soal bully.

Kedua, soal penyelesaian.

Kalau kesimpulan saya itu salah, maafkan Felicia.

Terasa sekali Felicia tersiksa oleh bully. Terutama karena dikaitkan dengan SARA –bahwa dia Tionghoa. Juga, karena dia beragama bukan Islam. Kelihatannya dia Buddha –dari caranya mengucapkan selamat hari raya Waisak.

Lalu, soal kewarganegaraan –kelihatannya ada yang meragukan dia masih warga negara Indonesia. Itu karena Felicia sejak kecil sekolah di Singapura.

Ke-Tionghoa-an, ke-Buddha-an, dan ke-Indonesia-an itu yang kelihatannya menggelisahkannya.

Saya tidak tahu seberapa kejam medsos menghajar Felicia di tiga hal itu. Saya belum pernah membaca satu pun medsos yang mem-bully Felicia –karena saya terbelakang di bidang medsos.

Yang menarik adalah ini: mengapa Felicia membawa-bawa Pak Jokowi. Bukan hanya membawa-bawa, tapi justru menjadikan Pak Jokowi fokus videonya itu.

Sebenarnya itu sangat berlebihan. Menjadikan Pak Jokowi sebagai sasaran sangat tidak nyambung.

Ini kan soal hubungan dua anak muda. Yang selama lima tahun mereka pacaran. Yang sudah saling memberi tahu keluarga besar. Yang keinginan kawin sudah dibicarakan. Yang di acara-acara keluarga sudah saling dilibatkan.

Seperti sudah pasti Felicia-lah istri Kaesang –sebentar lagi. Ternyata ambyar.

Dari video itu, saya tidak melihat Felicia menuntut yang berlebihan. Misalnya, harus tetap kawin. Atau harus mendapat ganti rugi harta benda.

Felicia terlihat hanya minta ada penyelesaian. Sebelum ada penyelesaian itu, Felicia merasa belum tahu apakah dia itu sudah ditinggalkan atau belum. Ghosting, di mata Felicia, rupanya dianggap bukan bentuk penyelesaian.

Dalam istilah umum sebenarnya lebih sederhana: datang tampak muka, hilang harus tampak belakang. Apalagi, ini menyangkut seorang gadis yang entah apa saja yang sudah dia korbankan.

Terlihat ada perbedaan budaya di dalamnya. Satu, budaya berterus terang. Satu lagi, budaya menghilang. Yang punya budaya terus terang menuntut sesuatu itu harus jelas. Yang punya budaya menghilang rupanya berprinsip: situ yang harus merasa sendiri.

Saya tidak percaya Kaesang menggerakkan buzzer untuk mem-bully habis Felicia. Mungkin para buzzer sendiri yang mencoba mengambil hati Kaesang. Tapi, dampak bully masif itu begitu dalam bagi Felicia.

Dia seperti kehilangan segala-galanya. Saya bersyukur dia mengatakan telah mencoba menguatkan diri. Tidak sampai seperti di Amerika Serikat: murid yang tidak tahan atas bully sampai meloncat dari bus sekolah yang lagi melaju di jalan raya.

Maka, kakanda Kaesang benar ketika mengatakan 'selesaikanlah'. Sang kakak, Gibran, yang kini menjadi Walikota Solo, memang dikejar wartawan. Gibran ditanya soal Kaesang. Jawab Gibran seperti itu. Yang itu ditujukan kepada adiknya, lewat media.

Saya setuju dengan Gibran. Selesaikanlah. Tidak semua orang punya budaya ”bisa mengerti sendiri”. Kaesang punya gerbong besar. Atau bagian dari gerbong besar. Jangan sampai gerbong besar itu mengangkut asap yang hitam.

Saya tidak tahu dari daerah mana Felicia berasal. Dari bahasa Indonesia yang dia gunakan, pastinya dia bukan orang Jawa. Intonasi kata per katanya 'sangat Indonesia'.

Kelihatannya Felicia dari Sumatera. Atau Riau. Atau Kalimantan. Budayanya adalah budaya terus terang. Apalagi, lama pula sekolah di Singapura.

Felicia memang keterlaluan menjadikan Pak Jokowi sasaran utama. Tapi, itu tadi, dia sudah merasa mentok. Mau ke mana lagi. Berbagai usaha sudah dilakukan.

Termasuk pun neneknya yang berumur 84 tahun. Sang nenek sampai ke Istana Bogor. Tapi tidak berhasil. Dalam istilah Felicia, 'Kami menghadapi tembok yang tebal'.

Felicia juga berlebihan membawa-bawa konstitusi negara. Apalagi juga Pancasila. Tapi, orang seperti Felicia menganggap Pancasila itu harus seperti agama: yang mengaku Pancasilais juga harus menjalankan Pancasila.

Bagi Felicia, menjalankan Pancasila itu sederhana: jangan menyakiti orang.

Tanpa penyelesaian, Felicia mungkin akan lama membawa derita batinnya. Batin seorang wanita.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya