Berita

Seorang pegawai sedang membersihkan logo KPK/Net

Suluh

Alasan Pegawai KPK Tidak Lolos TWK, Mulai Dari Mengaku Taliban Hingga Mendukung Seks Bebas

MINGGU, 23 MEI 2021 | 12:09 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digelar Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih terus berputar. Tidak sedikit yang mengaitkan kegagalan 75 pegawai dalam menjalani TWK itu dengan kasus korupsi yang sedang ditangani KPK. Juga ada yang mengaitkannya dengan tuduhan radikalisme.

Padahal untuk kasus besar yang ditangani, seperti bantuan sosial, KPK telah menetapkan seorang menteri sebagai tersangka. Sang menteri kini sedang mengikuti persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mengenai besaran proyek bansos hingga ratusan triliun rupiah juga bukan persoalan baru, dan KPK sedang melakukan pengusutan hingga menyentuh pejabat-pejabat lain yang terlibat.

Sementara kaitan dengan isu radikalisme dan Taliban telah dipatahkan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Giri Suprapdiono. Dia menginformasikan bahwa dari 75 pegawai yang tidak lulus itu, ada sembilan orang yang tidak beragama Islam. Tujuh di antaranya beragama Kristen, seorang  beragama Buddha, dan seorang lainnya beragama Hindu.

Lantas kini publik bertanya-tanya apa yang membuat 75 orang, konon penyidik senior KPK Novel Baswedan ikut di dalamnya, dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) TWK, sementara 1.274 pegawai lainnya -- hampir 17 kali lipat dari yang gagal -- dinyatakan memenuhi syarat (MS).

Berdasarkan informasi yang didapat, ternyata alasannya beragam dan mendasar. Disebutkan bahwa dalam tes tersebut ada pegawai yang terang-terangan menolak UU 19/2019, padahal KPK saat ini berpayung pada UU tersebut.

Ada juga pegawai yang menolak menjadi ASN, sehingga wajar yang bersangkutan tidak diluluskan.

Menariknya lagi, di antara 75 pegawai tersebut ada yang memang mengaku sebagai pendukung Taliban dan menentang kebijakan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Dengan kata lain, isu radikalisme dan Taliban kemungkinan besar di-create sendiri oleh pegawai yang sebenarnya menolak menjadi ASN karena memang dari awal menyatakan penolakan pada UU KPK baru.

Yang turut membuat geleng kepala, disebutkan bahwa ada pegawai yang menyatakan dukungan pada seks bebas hingga memperbolehkan bertukar pasangan. Mereka mendasarkan dukungan itu pada seni dan tidak boleh diganggu gugat karena menyangkut hak pribadi yang suka sama suka.

Ada juga yang menolak tempat ibadah di lingkungan dan intoleran terhadap kegiatan beragama di lingkungannya.

Namun tidak sedikit juga yang memberi penjelasan bahwa dia tidak akan mengikuti perintah pemerintah dan pimpinan karena meraka hanya takut kepada Tuhan.

Beruntung KPK tidak membuka soal dan hasil TWK pegawai tersebut. Sebab, jika soal dan hasil TWK pegawai dipublikasi, bukan tidak mungkin akan mencemarkan nama baik mereka di lingkungan.

TWK ini sendiri digelar oleh BKN dengan menggandeng Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Sebanyak 1.351 pegawai KPK diberi kesempatan yang sama, waktu yang sama, dan materi yang sama untuk mengikuti tes tersebut. Hasilnya, 1.274 lolos, 75 gagal, dan dua orang berhalangan ikut tes.

Tidak ada komentar yang pedas dari seribu lebih pegawai yang lulus. Yang artinya, tidak ada yang salah dengan soal TWK, toh yang lulus 17 kali lipat lebih banyak dari yang gagal.

Adapun di antara yang lulus TWK berprofesi sebagai sopir, tukang taman, cleaning service, hingga pembersih ruangan kamar mandi. Tentunya kelompok ini sangat bergembira lulus TWK dan akan diangkat menjadi ASN.

Apalagi, pimpinan KPK dan Sekjen KPK selaku pejabat pembina kepegawaian berkomitmen merampungkan Nomor Induk Pegawai (NIP) mereka dari BKN.

Ditargetkan NIP akan selesai pada 25 Mei dan pada 1 Juni 2021 BKN bisa melantik 1.274 pegawai KPK menjadi ASN.

Selamat, semoga KPK semakin profesional dan sistematis dalam bekerja. Termasuk bisa terbebas dari unsur-unsur politik dalam setiap menangani perkara.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya