Berita

Mantan Ketua KPK Abraham Samad/Net

Hukum

Rio Capella Ungkit Kasus Bibit, Chandra, Dan Samad Yang Tanpa Kontrol Saat Pimpin KPK

SELASA, 11 MEI 2021 | 10:29 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era terdahulu ternyata tidak sedikit yang menyimpan persoalan karena minimnya pengawasan di tubuh lembaga anti rasuah tersebut.

Hal itu sebagaimana dibeberkan oleh mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem, Rio Capella dalam video yang diunggah akun YouTube RKN Media bertajuk "Rio Capella Bongkar Sisi Gelap KPK", Senin (10/5).

"Persoalan dalam tubuh KPK itu, itu sebenarnya sudah dari dulu," ujar Rio seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (11/5).


Akan tetapi, kata Rio, pada waktu itu belum ada Dewan Pengawas (Dewas) di tubuh KPK. Hanya ada kode etik yang dibuat ketika adanya pimpinan atau pegawai yang melakukan pelanggaran. Nantinya mereka akan diadili oleh tim etik yang dibuat oleh pimpinan KPK sendiri.

"Saya contohkan misalnya begini, ribut-ribut pertama itu adalah soal tentang Bibit-Chandra pada waktu itu. Bibit-Chandra juga melakukan hal yang sama, melakukan pertemuan dengan Nazaruddin, kemudian mengembalikan uang ke rumah Nazaruddin melalui satpam setelah ribut. Pertemuan misalnya dengan tersangka. Itu semua diakui oleh Bibit-Chandra," urainya.

Hal tersebut, kata Rio, menunjukkan bahwa mekanisme kontrol terhadap pimpinan maupun pegawai KPK tidak ada.

Namun semua orang tutup mata pada kesalahan yang dilakukan oleh Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah yang merupakan mantan pimpinan KPK tersebut karena menganggap bahwa KPK adalah benar. Dalam artian isi KPK tidak boleh dikontrol atau "diganggu".

"Itu sebuah anomali kalau tidak ada kontrolnya. Boleh kita memberikan kekuasaan, tapi kan ada batasnya," terang Rio.

Selain itu, persoalan yang dilakukan oleh pimpinan KPK lalu juga terjadi pada Abraham Samad. Bahkan, katanya, lebih parah dari sebelumnya.

Di mana kata Rio, terjadi kebocoran surat perintah penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningrum. Atas kebocoran itu, tim etik yang dipimpin Abdullah Hehamahua melakukan pemeriksaan kepada Samad.

Kemudian diakui bahwa itu adalah kebocoran sprindik yang sebelumnya belum dikirim tapi sudah menyebar ke mana-mana dan hanya ditandatangani Samad sendirian, tanpa melalui proses diketahui oleh pimpinan yang lain.

“Ketika tim etik mau melakukan kloning terhadap handphone-nya Samad, dia tidak mau pada waktu itu. Ngotot tidak mau, tidak bisa, akhirnya tidak dilakukan," jelas Rio.

Padahal, hal tersebut harus dilakukan sesuai prosedur untuk mengetahui isi dari handphone Samad, termasuk dengan siapa saja Samad berhubungan.

Tak hanya itu, Samad pun kata Rio, juga melakukan pertemuan dengan petinggi PDIP pada waktu itu.

"Kemudian terbongkar lagi Samad bertemu dengan teman-teman dari PDIP, ada mas Hasto, ada mas Tjahjo pada waktu itu di Apartemen Kapital di SCBD. Ketahuan dan menjanjikan bahwa Emir Moeis akan mereka hukum ringan dan sebagainya. Itu diakui sendiri oleh mas Hasto," tutur Rio.

Dengan beberapa kejadian KPK masa lalu itu, kata Rio, beberapa persoalan hilang begitu saja karena tidak adanya kontrol. Hal itu berbeda pada saat ini yang sudah adanya Dewas KPK.

"Pada waktu itu tidak ada kontrol, nggak ada caranya kita untuk kemudian membuat yang dilakukan pimpinan KPK, harus ada sanksinya, pihak luar tidak bisa terlibat, yang bisa terlibat adalah pihak kode etik yang ditunjuk oleh pimpinan KPK," pungkas Rio.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya