Berita

Presiden AS Joe Biden bersama muslim AS sebelum pandemi/Net

Muhammad Najib

Efek Domino Biden Di Dunia Islam

RABU, 05 MEI 2021 | 10:30 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

TERPILIHNYA Joe Biden menggantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika, telah dan akan terus mengubah hubungan bukan saja antara Amerika dengan negara-negara Muslim, akan tetapi juga mengubah hubungan diantara negara-negara Muslim sendiri.

Berbagai perubahan kebijakan Gedung Putih setelah Biden menghuninya, antara lain berupa sikap ramahnya terhadap umat Islam, baik kepada mereka yang berada di dalam negeri sebagai warganegara, maupun yang berstatus sebagai pendatang untuk keperluan belajar, bisnis, atau sekedar rekreasi.

Amerika juga telah memutuskan untuk menarik pulang seluruh tentaranya dari Afghanistan dan diharapkan akan tuntas sebelum 11 September tahun ini. Keputusan Gedung Putih ini diikuti oleh tentara negara-negara anggota NATO yang menerjunkan tentaranya bersama AS di Afghanistan.

Ada tanda-tanda Washington juga akan menarik pulang tentaranya dari Irak, yang diterjunkan di negri 1001 malam ini mengikuti tentaranya yang dikirim ke Afghanistan, dengan judul: Perang melawan terorisme, setelah keputusan serupa diambil terhadap pasukannya di Suriah.

Amerika juga merangkul kembali Palestina yang diabaikan selama Donald Trump berkuasa. Bersamaan dengan sikapnya yang semakin lunak kepada Iran yang mengalami intimidasi berlipat ganda saat Donald Trump berkuasa.

Disamping yang berupa kebijakan langsung sebagaimana diuraikan di atas, sikap Biden juga menimbulkan efek tidak langsung, seperti: Saudi Arabia yang didukung oleh sejumlah negara Arab mulai mengendurkan serangannya terhadap milisi Houthi di Yaman yang menjadi tetangganya.

Diiringi dengan berbagai pesan yang memberikan isyarat, bahwa perbedaan antara dua negara bertetangga ini akan diselesaikan melalui meja perundingan. Semua itu terjadi, karena Biden secara tegas menyatakan tidak mendukung perang yang telah menelan korban sangat besar ini, baik yang berupa hilangnya nyawa manusia, pengungsi, dan kemiskinan, serta kelaparan.

Hubungan panas antara Saudi Arabia dan Iran juga kini nampak mulai mereda. Keseriusan dua negara besar dan penting di Timur Tengah ini untuk memilih jalan damai, terlihat dari pertemuan perwakilan kedua belah pihak di Bagdad,  Irak, dan pernyataan para petinggi di Riyadh dan Teheran yang bernada lebih bersahabat.

Hubungan Saudi Arabia dan sejumlah negara Arab di kawasan Teluk yang memutuskan hubungan diplomatik sekaligus upayanya mengisolasi Qatar, baik darat, laut,maupun udara, langsung pulih setelah Donald Trump meninggalkan Gedung Putih. Begitu juga hubungan Turki-Mesir, Turki-Saudi Arabia, dan banyak lagi yang terlalu panjang untuk diuraikan semuanya.

Pertanyaannya, mengapa Biden melakukannya? Mungkin saja karena dirinya berasal dari Partai Demokrat yang secara tradisional lebih humanis, dan cendrung memilih pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan masalah, dibanding Partai Republik yang lebih menyukai pendekatan konfrontatif, dan kalau perlu tidak segan untuk mengobarkan perang.

Atau mungkin saja, petualangan yang dilakukan oleh Donald Trump, ternyata bukan saja telah menimbulkan berbagai persoalan politik di dalam negri, yang mengancam keutuhan bangsa Amerika, disamping menimbulkan kemerosotan ekonomi yang luar biasa, serta ditinggalkannya Amerika dari pergaulan global.

Yang pasti, kini Washington menyadari betapa kemajuan Beijing sangat luar biasa, baik dalam penguasaan teknologi, pertumbuhan ekonomi, diplomasi politik, serta kemampuan militernya yang cepat atau lambat akan melampaui kemampuan Amerika.

Karena itu, Joe Biden kini berusaha untuk fokus dan berkonsentrasi mengkonsolidasi seluruh potensi dirinya untuk menghadapi manuver Xi Jinping yang berusaha untuk terus memacu negaranya, dan pada saat bersamaan berhasil merangkul banyak negara melalui mega projek ekomomi yang diberi nama: One Belt One Road (OBOR).

Disamping mengkonsolidasi kekuatan di dalam negri, Washington juga melihat pentingnya mengajak negara lain yang selama Trump berkuasa ditinggal, dan tidak sedikit yang dipojokkan baik secara ekonomi, politik, maupun militer.

Dalam kontek inilah negara-negara Muslim menjadi sangat penting bagi Amerika, dan bukan mustahil sebagai penentu untuk memenangkan pertarungannya dengan China. Cara yang serupa pernah dilakukan Amerika ketika mengalahkan Uni Soviet.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Alvin Lim Protes Izin Galangan Kapal Panji Gumilang

Sabtu, 11 Mei 2024 | 15:56

KPK Juga Usut Dugaan Korupsi di Telkom Terkait Pengadaan Perangkat Keras Samsung Galaxy

Rabu, 15 Mei 2024 | 13:09

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Bey Machmudin Ogah Dipinang Demokrat Maju Pilgub Jabar

Rabu, 15 Mei 2024 | 02:41

UPDATE

Rupiah Tertekan ke Level Rp15.985 per Dolar AS

Jumat, 17 Mei 2024 | 12:08

Makan Siang Gratis Didorong Jadi Social Movement

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:44

Adik Kim Jong Un Bantah Ada Transaksi Senjata dengan Rusia

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:40

Kementerian Baru Harus Akomodir Kebutuhan Anak Muda

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:30

Penertiban NIK Jangan Sampai Ganggu Hak Nyoblos Warga

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:29

Kapal Pembawa Pasokan Senjata Israel Dilarang Berlabuh di Spanyol

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:24

Prabowo Mesti Coret Nadiem Makarim dari Daftar Menteri

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:20

Rumah Mewah Bak Istana Tersangka Korupsi Timah Disita

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:18

Stafsus BKPM Soroti Ketidakadilan Kerja Sama Antarnegara

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:03

Tokoh Masyarakat Jagokan Dailami Maju Pilgub Jakarta

Jumat, 17 Mei 2024 | 10:51

Selengkapnya