Berita

Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto/Net

Politik

Tantangan Pers Di Tengah Disrupsi 4.0, LP3ES: Ada Upaya Manipulasi Opini Publik Di Media Sosial

SENIN, 03 MEI 2021 | 21:25 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Perkembangan dan pengembangan teknologi digital di era yang disebut 4.0 sekarang ini mendegradasi esensi dan eksistensi pers.

Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto membahas hal ini dalam diskusi virtual yang dilaksanakan pada Senin (3/5).

Dalam diskusi yang digelar untuk memperingati hari kebebasan sipil sekaligus 30 tahun Deklarasi Windhoek ini, Wijayanto memaparkan sejumlah hal yang menggambarkan tantangan baru yang dihadapi pers di tengah disrupsi 4.0.

Dia menekankan, pers sekarang ini menjadi sukar eksistensinya di mata publik. Sebabnya, makna (esensi) dari keberadaan (eksistensi) pers atau media kini justru membantu amplifikasi manipulasi opini publik di ruang maya.

"Ada upaya manipulasi opini publik di media sosial yang juga berhubungan dengan media mainstream. Manipulasi tersebut ditandai dengan adanya 'tsunami' tweet di media sosial," ujar Wijayanto.

Sebagai contoh, Wijayanto melihat banyak mention atau tagar yang dipakai pengguna akun Twitter dari pemberitaan media mainstream mengenai isu KPK Taliban dan pada kasus revisi UU KPK baru-baru ini.

Selain itu, media mainstream juga seringkali berbalik mengamplifikasi isu-isu atau opini publik yang tengah ramai diperbincangkan pengguna media sosial ke dalam pemberitaan media.

"Pada kasus revisi UU KPK, ada 250 artikel di media daring yang mengamplifikasi isu yang berkaitan dengan KPK dan Taliban (di media sosial)," tuturnya.

Dari fenomena tersebut, Wijayanto menegaskan bahwa media mainstream berpotensi tidak berhasil membuat publik mempercayai sesuatu. Justru menurutnya, isu yang ada di media mainstream selalu berhasil membuat publik memikirkan satu isu.

Lebih fatalnya lagi menurut Wijayanto, ketika narasi yang dimanipulasi oleh media mainstream masuk ke dalam ruang diskusi publik, maka akan menjadi wacana yang dianggap benar oleh masyarakat.

"Isu manipulasi publik ini menjadi sangat berbahaya, karena melibatkan pasukan siber yang dibayar untuk menyukseskan hal tersebut," kata Wijayanto.

"Bahkan dari hasil riset, pasukan siber tersebut dapat dikatakan sebagai cyber-mercenary karena dikoordinaskan dan dibayar oeh oknum-oknum politisi," tandasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya