Berita

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira/Net

Politik

Pemerintah Ngaku Rugi Rp 1.356 Triliun Akibat Covid-19, Ekonom Indef: Tidak Seluruhnya Benar

SENIN, 03 MEI 2021 | 12:29 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Klaim Pemerintah bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah bekerja keras untuk menanggulangi krisis akibat pandemi Covid-19 dinilai tidak sepenuhnya benar.

Pasalnya, Rp 1.356 triliun amblas dari ekonomi Indonesia pada 2020 dan hanya membuat pertumbuhan nasional minus 8,8 persen dari target awal 5,3 persen pada tahun lalu.

"Kalau pemerintah klaim APBN sudah bekerja keras tentu tidak seluruhnya benar," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, kepada Kantor Berita Politik RMOL di Jakarta, Senin (3/5).


Bhima mengurai, selama pandemi Covid-19 rasio stimulus fiskal pemerintah dibanding PDB Indonesia relatif rendah hanya berkisar 4-5%. Sementara negara tetangga sudah berada di atas 10%. Malaysia misalnya, tahun lalu tercatat stimulus mencapai 10% dan Singapura 10,9%.

"Jadi stimulus masih relatif rendah, tentunya tidak bisa berbangga APBN punya kontribusi besar terhadap penanganan resesi ekonomi," paparnya.

Kemudian, lanjut Bhima, pemerintah tidak melakukan perombakan anggaran yang diperlukan. Hal ini tercermin dari alokasi belanja pegawai dan belanja barang yang masing-masing mencapai Rp 403,7 triliun dan 273,2 triliun.

Sementara belanja pembayaran bunga utang angkanya boros, yakni Rp 338,8 triliun. Di sisi lain belanja bantuan sosial hanya Rp 174,5 triliun berdasar Perpres 72/2020.

"Sudah jelas, anggaran birokratis yang jumbo menghalangi ruang fiskal untuk menstimulus pos yang diperlukan khususnya belanja sosial dan UMKM," tuturnya.

Selanjutnya, masih kata Bhima, pemerintah terlalu gampang memberikan insentif perpajakan yang tidak berdampak langsung terhadap serapan kerja.

Misalnya korporasi mendapatkan aneka insentif pajak mulai dari penurunan tarif PPh badan, PPh impor, PPh Pasal 25, dan percepatan restitusi pajak.

Imbasnya pengangguran tetap tinggi sementara rasio pajak melorot ke 8,3% atau terendah dalam 8 tahun terakhir. Harusnya dievaluasi semua insentif pajak itu.

"Andaikan 3 hal utama itu dikerjakan pemerintah selama 2020 lalu maka kehilangan nilai ekonomi bisa ditekan," pungkasnya.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya