Berita

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid/Repro

Politik

Usman Hamid: Elite Sedang Mengubur Demokrasi Politik Dan Demokrasi Ekonomi

MINGGU, 02 MEI 2021 | 14:36 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kekuatan oligarki bukan hanya mengeruk sumber daya alam, melainkan membuat demokrasi mengalami regresi di segala bidang.

Yang terjadi, elite-elite yang mementingkan target ekonomi kerap mempertentangkan sistem demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Begitu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam diskusi virtual bertajuk 'Demokrasi Dalam Cengkeraman Oligarkhi. Studi Kasus Kalimantan Selatan' oleh Public Virtue Institute.


"Memberi kesan seolah-olah pilihan demokrasi adalah hambatan bagi tercapainya ekonomi. HAM dikesampingkan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, penyelesaian Semanggi dikesampingkan. Dan karena itulah demi ekonomi, demi demokrasi ekonomi, demokrasi politik, dikesampingkan," ujar Usman seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (2/5).

Mirisnya, demokrasi ekonomi tidak dijalankan dalam arti sebenarnya, melainkan untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan material dari mereka yang sudah kaya.

"Dan karena itu pula demokrasi ekonomi bisa dengan mudah dikesampingkan," sambung Usman.

Hal itu kata Usman, sudah terjadi di mana-mana. Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan, ada sekitar 229 dari 270 daerah yang menggelar proses Pilkada Serentak 2020 berasal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki masalah ekspansi industri ekstraktif. Seperti tambang, minyak, gas, mineral, batu bara hingga industri kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.

"Dan wilayah-wilayah ini terbebani oleh sekitar 4 ribuan izin tambang dengan setidaknya 27 dari 277 proyek strategis nasional dan kompleks industri nikel dan baterai kendaraan listrik itu dibangun.

Usman merasa ada ironi yang terjadi, di mana pola investasi hanya menguntungkan segelintir orang kaya penguasa korporasi melalui konsensi yang diberikan pemerintah.

"Dan pola investasi yang destruktif mengeruk sumber daya alam secara berlebihan. Meminggirkan ruang hidup petani, meminggirkan ruang hidup nelayan dan masyarakat adat dan menimbulkan kerusakan alam, termasuk krisis ekologis yang diperburuk oleh krisis iklim," kata Usman.

Usman berkesimpulan, para elite tidak hanya mempertentangkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, melainkan sedang melakukan berbagai manuver untuk mengubur keduanya.

"Mereka juga sedang melakukan berbagai manuver yang dapat mengubur kedua-duanya, baik itu demokrasi politik maupun demokrasi ekonomi," pungkas Usman.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya