Wakil Presiden Taiwan, Lai Ching-te/Net
Di tengah meningkatnya agresi China ke Taiwan, Wakil Presiden Lai Ching-te menegaskan kembali bahwa negaranya berdaulat dan tidak memiliki afiliasi apa pun dengan Beijing. Dan bahwasannya hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan bangsa, bukan pihak lain.
Hal itu disampaikannya dalam pidato pembukaannya pada 'Simposium Urusan Nasional Taiwan Global' yang berlangsung pada Minggu (25/4) waktu setempat.
Simposium yang diselenggarakan oleh kelompok politik elit Taiwan Nation Alliance, menyoroti perlunya Taiwan menjadi negara yang normal dan membahas masalah perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Pasifik.
"Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa Taiwan tidak berada di bawah China," kata Lai, seperti dikutip dari
Taiwan News, Senin (26/4).
"Tidak seorang pun kecuali 23 juta orang yang tinggal di sebidang tanah ini berhak atas hak untuk menentukan masa depan bangsa," tambahnya.
Dalam pidatonya, Lai juga mengkritik tindakan China yang terus meningkatkan agresifitas serangannya ke Taiwan, yang dikatakannya semakin kejam.
Selain itu, dia juga menyoroti situasi hak asasi manusia di China selama dipimpin Xi Jinping, yang menurutnya telah memburuk di bawah kediktatoran digital Beijing yang memperkuat pengawasan warga, pembersihan etnis Uighur, dan penghancuran kebebasan Hong Kong di bawah kerangka 'satu negara, dua sistem' yang dijanjikan puluhan tahun lalu.
"Penindasan dan agresi China terhadap Taiwan menjadi lebih kejam, seperti dengan memburu sekutu Taiwan dan memblokir partisipasi negara dalam WHA dan organisasi internasional lainnya," kata Lai.
"Untungnya negara telah mengelola tantangan dengan baik dan dengan persatuan nasional di bawah kepemimpinan kuat Presiden Tsai Ing-wen," ujarnya.
Selain Lai, penasihat senior presiden dan mantan ketua umum Partai Progresif Demokrat (DPP) Yao Chia-wen, juga menyampaikan pidato di simposium tersebut.
Dalam pidatonya, Yao mengusulkan untuk mengubah nama negara menjadi 'Republik Taiwan' dari 'Republik China' nama resmi Taiwan saat ini yang menurutnya menyesatkan.
Perubahan nama yang potensial telah disebut-sebut sebagai salah satu solusi yang dapat membantu Taiwan menjadi normal kembali sebagai sebuah negara.