Hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Ashari di Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi keprihatinan para Nahdliyin dan masyarakat luas.
Ketua PCNU Batang, Ahmad Taufiq, tidak ingin penerus bangsa kehilangan fakta sejarah seperti yang terjadi pada Raden Ajeng Kartini.
"RA Kartini itu santrinya Kiai Soleh Darat (Guru dari Hasyim Ashari dan Ahmad Dahlan) yang meminta gurunya membuat tafsir Al Quran dalam bahasa Jawa, hal (sepenting) itu juga tidak muncul di buku sejarah," kata Ahmad Taufiq di kantornya, Jumat (23/4), dikutip
Kantor Berita RMOLJateng.
Ia meminta dalam revisi ulang Kamus Sejarah Indonesia, Kemendikbud menggandeng penulis yang objektif agar tidak terjadi degradasi sejarah.
Senada, Sekretaris PCNU, Ahmad Munir Malik, juga menyesalkan penghilangan sejumlah tokoh nasional dari buku sejarah. Apalagi Kamus Sejarah Indonesia akan dibaca oleh generasi mendatang yang tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi di masa itu.
"Karena yang bertanggungjawab adalah Kemendikbud, sebagaimana komponen NU di seluruh Indonesia, kami meminta dan memohon ada pelurusan sejarah, ada penulisan kembali sejarah yang objektif yang sesuai dengan fakta-fakta yang telah terjadi, tentunya dengan narasumber yang berimbang," jelasnya.
Ia menganggap persoalan tersebut serius, apalagi jika nanti anak bangsa ini memahami sejarah yang salah dari pendahulunya. Misalnya, ada anak Indonesia tidak menghargai tokoh yang punya peran vital bagi bangsa.
"Ini sangat naif, naif sekali. Dan itu bisa terjadi jika penulisan sejarah ada kesalahan, lebih berat lagi kalau ada manipulasi," jelasnya.