Berita

Monumen Tragedi Pan Am di Padang Galak, Bali/Net

Histoire

Tragedi Pan Am 1974: Kecelakaan Pesawat Pertama Di Bali Dan Yang Terdahsyat Tewaskan 107 Penumpang

JUMAT, 23 APRIL 2021 | 06:31 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Pesawat Boeing 707 Pan American World Airways yang biasa dijuluki Clipper Climax menabrak bukit di Desa Tinga-tinga Buleleng Bali. Mencatat sejarah kecelakaan pesawat pertama di Pulau Dewata sekaligus yang paling tragis yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawatnya.

Desa Tinga-tinga berjarak sekitar 40 kilometer arah barat Kota Singaraja. Desa yang pada 1974 begitu sunyi dan jauh dari keramaian, tidak pernah disangka akan menjadi buah bibir di berbagai negara karena menyimpan catatan kelam dunia penerbangan internasional.

Bila kita berkunjung ke sana, di salah satu sudut desa terdapat lahan yang dikelilingi pagar pembatas dari besi dengan nisan yang sudah dikelilingi rerumputan. Di sanalah sebagian korban tragedi jatuhnya pesawat Boing 707 Pan American Airways milik Amerika Serikat dengan nomor penerbangan 812 -yang menewaskan 107 penumpangnya- dikubur dalam tiga lubang berukuran 5 x 3 m.


"Jenazah yang dimakamkan di sana tidak bisa dihitung berapa jumlah pastinya. Para korban sudah tidak utuh lagi. Yang bisa ditemukan oleh aparat, dan dibantu penduduk desa, dimakamkan di sana," ujar Ketut Lastra, salah seorang saksi, mengutip Guntur FM Radio.  

Pada saat peristiwa itu terjadi, Ketut Lastra yang merupakan anak lurah, masih berusia 34 tahun. Mendekati tengah malam, sekitar pukul 23.00 WITA, ia mendengar jelas suara pesawat begitu dekat di atasnya. Saat ia ke atas, nampak lampu-lampu pesawat menyala benderang, seolah memberikan sinyal. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Segera ia melapor ke aparat desa, dan tak lama terdengar suara ledakan.

Merunut kisah yang beredar, Bali memang bukan tujuan akhir pesawat itu. Bali hanyalah tempat transit untuk penerbangan reguler Hongkon-Sydney, Australia.

Hari itu, 22 April 1974, sekitar pukul 23.00 WITA, cuaca Bali sangat bersahabat. Malam cerah tanpa hujan atau angin kencang. Semua nampak normal. Petugas dinas malam menara kontrol lapangan udara internasional Ngurah Rai, I Wayan Nuastha, menerima permintaan mendarat dari pesawat 707 Pan Am dengan call sign Clipper 812.

Kapten Pilot Zinke melakukan kontak pertamanya yang diterima Nuastha pada jam 22.05 WITA. Saat itu ketinggian Pan Am berada di 28 ribu kaki.

Dikutip dari laporan Tempo, Nuastha yang menerima laporan itu meminta Clipper menghubungi Pusat Pengawas Wilayah yang berfrekwensi 128,3, sebab tanggung jawab menara hanya terbatas pada ketinggian 1.000 kaki.

Zinke menyetujuinya dan berhasil melakukan kontak dengan Mulyadi, petugas yang berdinas. Kepastian jam mendarat dari Zinke disebutkan pukul 22.27 WITA, Zinke diizinkan menurunkan pesawat hingga ketinggian 10 ribu kaki dan meminta landasan di Ngurah Rai disiapkan.

Percakapan itu tetap didengar Nuastha yang menyiapkan landasan dengan menyalakan semua lampu di sekitarnya. Sebagian lampu isyarat (rotating beacon) ternyata tidak menyala karena rusak.

Saat ketinggian pesawat berada  pada 12.000 kaki, Nuastha mendapat kabar bahwa Zinke ingin mendaratkan pesawatnya dari ujung 09 runway. Dia akan meluncur ke arah landasan dari titik 11.000 kaki.

Maka Nuastha terus membimbingnya hingga ketinggian 2.500 kaki dalam keadaan cuaca cerah. Tak berapa lama Zinke pun menjawab sudah berada di ketinggian tersebut.

Namun, sesaat setelah itu, Nuastha kehilangan kontak. Dia tidak berhasil menghubungi Zinke.

Pada pagi hari, 24 April 1974, pesawat Cessna Angkatan Udara Republik Indonesia melaporkan melihat asap mengepul di tengah hutan belantara, yang ternyata berasal dari puing pesawat yang naas itu.

Lewat penyelidikan, disebutkan bahwa Boeing 707-321B yang merupakan pesawat dengan teknologi radar tercanggih di masanya itu, tidak jatuh di ujung landasan 09 Ngurah Rai. Pesawat itu menabrak bukit 78,7 kilometer barat laut Ngurah Rai.

Banyak yang mempertanyakan mengapa radar canggih dari pesawat itu salah mendeteksi landasan?

Selain pemakaman di Desa Tinga-tinga, pemerintah daerah juga membuatkan Monumen Peringatan Tragedi Pan Am American Airways di Padang Galak, Sanur. Sebagian besar jenazah yang sudah dimakamkan di Tinga-tinga dipindahkan ke Padang Galak untuk memudahkan keluarga korban yang berasal dari berbagai negara untuk berkunjung.

Di batu monumen, berisi nama 107 orang korban. Mereka berasal dari berbagai negara, dan salah satunya ada orang Bali dari Gianyar.

Salah satu saksi lain, Ketut Netra, mengaku ia berada tidak jauh dari lokasi kejadian. Menurutnya peristiwa diawali dengan suara gemuruh yang datang dari arah barat laut. Ia pun bergegas mendekati arah suara. Saat tiba, Ketut Netra melihat kondisi pesawat terbakar dan beberapa kru pesawat terlempar keluar.

Laporan tertanggal 20 Maret 1975 yang dirilis oleh Kementrian Transportasi Komunikasi Dan Pariwisata, disebutkan di sekitar lokasi kejadia, banyak pohon yang tumbang, menunjukkan arah pesawat sebelum peristiwa yang diperkirakan berada pada posisi antara 155 dan 166 derajat.

Dari jejak yang ada, diperkirakan pesawat menabrak bukit dalam posisi membelok. Pesawat pun jatuh dan hancur dengan puing-puing tersebar dalam radius 50 M dari titik benturan

Rilis oleh Kementrian Transportasi Komunikasi Dan Pariwisata Indonesia juga menyebutkan hasil investigasi menyeluruh di lokasi kecelakaan mengungkapkan tidak ada kebakaran yang terjadi sebelum pesawat jatuh. Dari posisi tumpukan pesawat menunjukkan tanda-tanda kebakaran dari bawah ke arah puncak pohon menyebabkan keyakinan bahwa kebakaran hanya terjadi setelah pesawat menabrak tanah dan meledak.

Setelah kecelakaan tersebut, Pan Am American langsung menghentikan jalur penerbangan Hong Kong-Sidney dengan transit di Bali.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya