Berita

Wakil Ketua Komisi IX DPR sekaligus relawan Vaksin Nusantara, Melki Lakalena (tengah berbaju batik) dalam diskusi virtual Polemik Trijaya FM, Sabtu, 17 April/Repro

Politik

Tuding BPOM Keluar Dari Kesepakatan Raker Vaksin Nusantara, Melki Lakalena: Aneh!

SABTU, 17 APRIL 2021 | 12:35 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Vaksin Nusantara yang diinisiasi oleh eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai polemik lantaran tengah berselisih keputusan dengan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

Di satu sisi, pihak pengembang Vaksin Nusantara mengklaim prosedur uji klinis fase pertama sudah rampung dan dilalui semuanya, termasuk meberikan data laporan hasil penelitian mereka ke BPOM.

Sehingga mereka baru-baru ini melanjutkan penelitian ke uji klinis fase kedua. Yaituu, melakukan penyuntikan sampel vaksin kepada puluhan relawan yang mayoritas merupakan Anggota DPR RI.


Sementara di sisi yang lain, BPOM mengklaim bahwa Vaksin Nusantara belum menyelesaikan tahap uji praklinis pada hewan, sehingga belum bisa beralih ke tahapan selanjutnya termasuk melakukan uji klinis kepada manusia (fase kedua).

Salah seorang relawan Vaksin Nusatara yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Lakalena, menuding BPOM telah keluar dari kesepakatan bersama di dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX pada minggu pertama bulan Maret 2021.

"Jadi 10 Maret kami diskusi dalam rapat kerja tersebut. Tanggal 17 Maret mestinya sudah diberikan (izin uji klinis fase kedua oleh BPOM), Ini kesepakatan dalam rapat, dan itu mengikat sebenarnya," ujar Melki dalam diskusi virtual Polemik Trijaya FM, Sabtu (17/4).

Dalam perkara Vaksin Nusantara ini, Melki mengaku bahwa pihaknya hanya berlaku sebagai penengah dari hubungan komunikasi yang tidak harmonis antara pengembang dengan BPOM, yang DPR lihat terjadi sejak proses awal pengembangannya di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Saat itu, Melki menjelaskan, DPR meminta para peneliti memberikan data-data serta informasi yang diminta BPOM pada hari itu juga, atau jika ada data yag belum bisa diselesaikan bisa disusulkan.

Karena itulah kemudian Melki dan para anggota Komisi IX DPR yang melakukan kunjungan kerja ke RSUP Dr. Kariadi Semarang tersebut meminta BPOM dansejumlah pihak yang terkait pengembangan vaksin Nusantara membicarakan persoalan yang belum selesai di dalam Raker Komisi IX DPR.

Alhasil, Melki menhatakan bahwa kedua belah pihak hadir, termasuk DPR menghadirkan dua orang ahli untuk dimintai pandangannya terkait Vaksin Nusantara ini.

"Dan dua orang ahli yang menurut kami bisa memberikan perspektif yang bersifat objektif yaitu Prof. Amin Subandrio dan Prof. Nidom. dan diskusinya di forum DPR RI itu diskusi yang akademik ilmiah, dan bukan diskusi politik semata," katanya.

Daalm forum itu, Melki baru tau informasi terkait aspek keamanan Vaksin Nusantara cukup bagus, kemudian tidak didapatkan efek samping signifikan terhadap relawan yang mengikuti uji klinis fase satu.

"Dari pemberian vaksin dendritik ini, jadi informasinya itu ada tiga (fasenya). Yang awal itu yang 27 (orang) dibagi dalam sembilan kategori kelompok dengan perlakuan tertentu, dosis tertentu. ternyata ada yang berpotensi optimal untuk membeirkan peningkatan anti bodi yang baik. Ada mungkin yang memang relatif hampir sama, tapi dari segi aspek keamanan oke, karena tidak ada dampak yang sangat serius dari para relawan tersebut," ucapnya.

Setelah penjabaran ilmiah mengenai Vaksin Nusantara, Melki menyebutkan bahwa forum Raker Komisi IX DPR saat itu menyepakati bakal mempersilahkan Vaksin Nusantara melanjutkan uji klinis fase kedua, dengan catatan kepada BPOM untuk segera mengeluarkan izin dalam kurun waktu yang sudah ditentukan saat itu.

Kami itu sampai pada sebuah kesimpulan, bahwa dikatakan juga oleh Prof. Amin dan Prof. Nidom, tidak ada alasan apapun yang membuat ini tidak bisa dilanjutkan ke uji klinis fase kedua. sembari memperbaiki perbaikan-perbaikan yang direkomendasikan Badan POM," ungkap Melki.

"Sehingga pada saat itu kita bersepakat bersama, walaupun dalam perdebatan yang panjang kemarin. Kalau memang tidak ada hal yang sangat serius itu seminggu kemudian, dengan perbaikan yang dilakukan untuk memenuhi kaidah rekomendasi Badan POM, mestinya sudah bisa diberikan izin uji klinis fase kedua untuk Vaksin Nusantara," tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Pesan Ketum Muhammadiyah: Fokus Tangani Bencana, Jangan Politis!

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:13

Amanat Presiden Prabowo di Upacara Hari Bela Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:12

Waspada Banjir Susulan, Pemerintah Lakukan Modifikasi Cuaca di Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:05

Audit Lingkungan Mendesak Usai Bencana di Tiga Provinsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:04

IHSG Menguat, Rupiah Dibuka ke Rp16.714 Pagi Ini

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:59

TikTok Akhirnya Menyerah Jual Aset ke Amerika Serikat

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:48

KPK Sita Ratusan Juta Rupiah dalam OTT Kepala Kejari HSU

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:28

Bursa Asia Menguat saat Perhatian Investor Tertuju pada BOJ

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:19

OTT Kalsel: Kajari HSU dan Kasi Intel Digiring ke Gedung KPK

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:05

Mentan Amran: Stok Pangan Melimpah, Tak Ada Alasan Harga Melangit!

Jumat, 19 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya