Presiden Prancis Emmanuel Macron/Net
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengulangi pernyataannya bahwa Turki mencoba ikut campur dalam beberapa urusan dalam negerinya, termasuk pemilihan presiden 2022.
Berbicara pada konvensi pers dalam rangka KTT para pemimpin Uni Eropa yang berakhir Jumat (26/3), Macron menuduh bahwa organisasi non-pemerintah di Eropa telah dimobilisasi oleh 'organ propaganda resmi Turki'.
“Biasanya, mereka mengganggu dalam pemilihan kami, dan contoh lain mereka mengganggu dalam pembiayaan asosiasi. Kami telah melihat ini sekali lagi dalam beberapa hari terakhir,†kata Macron, seeprti dikutip dari Euro News.
Macron menegaskan ancaman itu nyata dan gangguan itu tak tertahankan. JIka hal itu terus menerus terjadi, Macron memastikan dia tidak ingin memulai kembali hubungan damai dengan Turki.
Macron membela reaksi Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin terhadap Kota Strasbourg karena menyumbangkan 2,9 juta dolar untuk pembangunan Masjid Eyup Sultan yang didukung oleh Visi Nasional Komunitas Islam (IGMG) di kota Prancis timur.
Macron menuduh Ankara menyebarkan kebohongan melalui media yang dikontrol negara dan menggambarkan Prancis bermasalah dengan Islam. Hal ini telah ia sebutkan berulang.
"Prancis tidak memiliki organ propaganda. Prancis tidak membiayai asosiasi dan struktur keagamaan yang beroperasi di luar negeri atau berpartisipasi dalam pemilu di luar negeri atas nama Prancis," katanya.
Dia menambahkan bahwa akan sulit untuk mengklaim bahwa ada hubungan persahabatan jika masalah ini tidak diselesaikan. Namun begitu, pemimpin Prancis itu menekankan pentingnya menjaga dialog dengan Turki.
Ini bukan pertama kalinya para pemimpin Eropa Barat menuduh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terlibat dalam urusan pemilihan di negara lain. Pada 2017, Erdogan mendapat kecaman ketika dia meminta warga Jerman asal Turki untuk memilih menentang partai yang mendukung kanselir Angela Merkel.
Hubungan antara Turki dan kepemimpinan Prancis telah memburuk selama 15 tahun terakhir. Musim gugur lalu, Erdogan menyerukan boikot produk Prancis di tengah pertikaian yang meningkat atas sikap presiden Prancis terhadap Islam dan Muslim setelah serentetan serangan teror.