Rangkaian International Women Day (IWD) 2021 diisi The Asia Foundation (TAF) bersama Sikola Mombine menggelar acara testimoni pemimpin perempuan secara virtual pada Kamis (25/3)/Net
Rangkaian International Women Day (IWD) 2021 diisi The Asia Foundation (TAF) bersama Sikola Mombine menggelar acara testimoni pemimpin perempuan secara virtual pada Kamis (25/3).
Pada sesi pembukaan, perwakilan Foreign Commonwealth Development Office (FCDO) Daniel Jones, memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan tersebut.
Selain itu ia juga mengaku bangga dengan kerjasama dengan para pihak di Indonesia dalam mewujudkan tata kelola SDA.
“Pemerintah Inggris sangat bangga dengan kerjasama di Indonesia, dan sangat bangga bisa mendukung pemerintah dalam mewujudkan tata kelola SDA yang baik,†kata Jones.
Kegiatan yang diikuti oleh lebih dari 200 peserta dari Aceh sampai Papua tersebut menghadirkan lima pemimpin perempuan untuk menceritakan perjalanan perjuangannya dalam mengurangi dampak bencana ekologis dengan mengelola hutan dan lahan secara berkelanjutan.
Kelima pemimpin perempuan tersebut adalah Roslena dari Kota Palu, Sulawesi Tengah; Ibu Subiyanti dari Kubu Raya, Kalimantan Barat; Sumini dari Bener Meriah, Aceh; Mama Asnat Iha dan Mama Rahma dari Fakfak, Papua Barat, dan Asnir Umar dari Gunung Talang, Sumatera Barat.
Diceritakan Roslena, ia menggerakkan kelompok perempuan dan masyarakat untuk melakukan penolakan tambang galian, menggerakkan penanaman pohon, dan pemetaan jalur evakuasi jika terjadi bencana.
“Kami melakukan penanaman pohon bersama anak-anak, perempuan dan lembaga-lembaga pemerintah. Selain itu, kami juga melakukan pemetaan jalur evakuasi, karena di daerah saya rentan bencana,†tutur Roslina.
Dia mengaku seringkali melakukan penolakan tambang galian yang berpotensi merusak lingkungan. Hal itu dilakukan untuk melindungi SDA dan mengantisipasi terjadinya bencana, supaya keberlajutan ruang hidup masyarakat terlindungi.
Kepada pemerintah Kota Palu, Roslena berharap lahan kosong yang cukup banyak di daerahnya dapat dimanfaatkan menjadi lahan produktif. Selain itu, juga dapat memetakan daerah-daerah rawan bencana serta melakukan penanaman pohon untuk mengantisasi banjir dan longsor.
Cerita tak kalah hebat disampaikan Subiyanti. Dia tinggal di sebuah desa dengan dikelilingi wilayah gambut. Hampir setiap tahun mengalami kebakaran hutan dan lahan. Kabut pekat dan udara yang buruk seolah manjadi makanan sehari-hari.
Bersama perempuan-perempuan di desanya, Subiyanti mengelola lahan-lahan bekas kebakaran dengan tanaman pangan dan herbal.
Selain itu juga menjadi penggerak perempuan untuk melakukan kampanye untuk tidak melakukan pembakaran ketika suaminya hendak mengolah lahan pertanian.
“Sebagai ketua KWT (Kelompok Wanita Tani), kami selalu mengajak ibu-ibu untuk menanam di kebun yang kami kelola karena hampir setiap tahun kami menjadi korban kebakaran. Dengan menanam setiap tahun, kami berharap kelompok tani yang lain, kepada bapak-bapaknya, juga ikut menjaga kelestarian lahan,†katanya.
Di samping memberi contoh, Subiyanti juga melakukan sosialiasasi, mengingatkan masyarakat bahwa membakar hutan sangat merugikan.
Pasalnya, kabut asap yang ditimbulkan dapat mengganggu kesehatan, terutama bagi anak-anak, ibu hamil dan lansia, mereka yang paling terdampak langsung.
“Kami juga mengajak suami untuk tidak meninggalkan kampung, karena setelah kebakaran tahun kemaren banyak orang pindah ked aerah lain. Kami mengajak suami untuk mengolah lahan bekas kebakaran, supaya di tahun-tahun berikutnya tidak terjadi kebakaran lagi,†ungkapnya.
Cerita inspiratif juga hadir dari Mama Asnat Iha dan Mama Rahma dari Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat.
Mereka menceritakan awal mula perjuangan untuk menanam kembali komoditas unggulan pohon pala dan kayu besi yang sebagian besar telah rusak, juga penanaman tanaman pangan sejak tahun 2005 dengan 20 orang perempuan.
“Sejak 2005 kami telah menanam pohon pala dan kayu besi, karena banyak yang rusak. Selain itu mama-mama juga menanam di pekarangan agar dapat memenuhi kebutuhan pangan,†jelas Mama Iha.
Kelompok mama-mama tersebut pada tahun 2018 telah mengajukan usulan hak kelola hutan desa seluas 3.998 Ha yang sampai saat ini masih dalam tahap verifikasi.