Ilustrasi ganja medis/Net
Sejumlah perusahaan di Thailand mulai berinvestasi dalam bisnis ganja dan berusaha menjadi penggerak utama dalam industri yang menghasilkan triliunian rupiah tersebut.
Hal ini terjadi terutama setelah penggunaan rami dan cannabidiol (CBD) dilegalkan pada awal 2021 ini.
Produsen kosmetik, minuman, serta produk karet saat ini tengah mengembangkan pertanian ganja domestik. Pun mengimpor rami dan turunannya yang hanya diizinkan untuk tujuan penelitian.
Namun berdasarkan peraturan pemerintah, hanya perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki orang Thailand yang dapat menerima izin menggunakan rami.
Menurut analisis Prohibition Partners, bisnis di Thailand diyakini bisa bernilai Rp 9,5 triliun pada tahun 2024 dan sekitar Rp 122 triliun di seluruh Asia.
"Ini adalah peluang emas,†kata Ketua Perusahaan Minuman Ichitan Group Pcl, Tan Passakornnatee, dikutip
AFP, Sabtu (13/3).
Sesuatu yang pasti terjadi adalah, perusahaan yang terlibat dan analis sama-sama sepakat jalan menuju profitabilitas bisa menjadi sulit untuk diarahkan. Bahan mentah akan kekurangan pasokan karena ada sebagian kecil petani yang memiliki izin, sementara ilmu tentang ekstraksi senyawa tersebut dapat menjadi rintangan lainnya.
"Akan ada gangguan ke depannya. Namun jika ada peluang ekspor, pertumbuhan pendapatan pertanian akan mendongkrak perekonomian Thailand,†jelas Kepala Penelitian Kelembagaan di Maybank Kim Eng, Maria Lapiz.
Thailand memang memiliki sejarah penggunaan ganja dalam pengobatan tradisional untuk menghilangkan rasa sakit, serta bumbu masak. Pada 2018 Pemerintah setempat melegalkan tanaman tersebut untuk penggunaan medis dan penelitian.
Perusahaan produsen minuman Ichitan sudah meluncurkan minuman yang dibuat dengan terpene, senyawa dalam ganja yang disetujui pemerintah.
Di bidang kosmetik, merek Smooth E, menjadi produsen pertama yang menggunakan produk CBD dan berharap dapat disetujui pada Agustus mendatang.
Bahkan, perusahaan tersebut kemungkinan akan memproduksi gel mandi CBD, sampo, dan pasta gigi di bawah merek perawatan mulutnya, Dentiste.
"Kami bisa menyebutnya Smooth CBD,†ucap Kepala Eksekutif Sangsuk Pithayanukul, dikutip
Kantor Berita RMOLJabar.
Mantan bankir investasi yang saat ini menjalankan perusahaan Golden Triangle Group, Kris Thirakaosal mengatakan, iklim tropis, kualitas air, dan tradisi yang dimiliki Thailand menjadi nilai plus dalam perkembangan pertanian ganja.
Perusahaannya telah menginvestasikan 120 juta baht (Rp 56,4 miliar) untuk membangun laboratorium genetika seluas 500 meter persegi. Bahkan mereka telah mengembangkan varietas rami sendiri bernama Raksa, yang berarti 'menyembuhkan'.
"Ini (seperti) balapan F1,†ujar Thirakaosal, menggunakan analogi perlombaan balap motor.
Selain itu, perusahaan makanan nabati NR Instant Produce Pcl, memilih untuk membeli ganja yang sudah ada dibanding memulai dari awal.
"Ini mengubah persepsi konsumen saat saya memberi tahu mereka, 'Ini adalah hempburger'," tandas Kepala Eksekutif Dan Pathomvanich.