Berita

Pengamat politik Ubedilah Badrun/Net

Politik

Pencaplokan Parpol Bukan Kerjaan Pemerintah, Terlalu Beresiko Sahkan KLB Ilegal Sibolangit

JUMAT, 12 MARET 2021 | 09:27 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Pemerintah diharapkan bersikap adil, bijaksana, dan rasional dalam memutuskan kasus KLB ilegal di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Negara tidak boleh terlalu lama disandera agenda politik pribadi.

Demikian benang merah dari analisa pengamat politik Ubedilah Badrun dan Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menanggapi masih berlarut-larutnya kasus upaya pencaplokan Partai Demokrat oleh pihak-pihak eksternal melalui mekanisme KLB yang ternyata ilegal.

Sejak Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan partainya tanggal 1 Februari lalu, sudah hampir 40 hari isu ini menyita perhatian publik.

Ubedilah membaca pernyataan pemerintah yang akan menggunakan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres ke-5 tahun 2020 untuk menilai hasil KLB ilegal, sebagai isyarat kuat bahwa pemerintah tidak tertarik untuk melakukan manuver politik yang beresiko tinggi.

Pernyataan pemerintah tersebut disampaikan secara konsisten oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasonna H. Laoly dalam kesempatan terpisah.

"Terlalu beresiko jika pada saat krisis seperti ini, pemerintah mengesahkan KLB ilegal, apapun alasannya. Potensi gejolak politiknya terlalu besar," kata Ubedilah yang juga adalah salah satu tokoh penting pemimpin gerakan mahasiswa tahun 1998, Jumat (12/3).

"Melihat bagaimana AHY dengan cepat dan kompak melakukan konsolidasi DPD, DPC dan para anggota F-PD DPRD se-Indonesia, dibandingkan dengan para mantan kader pelaku KLB ilegal yang tampak jelas tidak punya massa yang riil, pemerintah berpotensi menimbulkan turbulensi politik yang tidak perlu, namun magnitude-nya besar sehingga mengganggu fokus penyelesaian pandemi serta mengatasi krisis ekonomi," lanjut Ubedilah.

Dia mengingatkan masyarakat sudah lelah dan mulai gelisah dengan kesulitan ekonomi yang mereka hadapi.

"Jika krisis kesehatan dan ekonomi ini terus berlarut akibat fokus pemerintah pecah, bukan tidak mungkin kegelisahan masyarakat ini akan terekspresikan tak terkendali," ucap Ubedilah.

Pendiri LSM Lingkar Madani Ray Rangkuti mengingatkan bahwa pencaplokan Partai Demokrat bukanlah termasuk agenda pemerintah.

"Ini jelas agenda pribadi Kepala KSP Moeldoko, meskipun saya bertanya-tanya kenapa dibiarkan," kata Ray dihubungi terpisah.

"Tidak menguntungkan bagi pemerintah untuk mengesahkan KLB ilegal yang beresiko menimbulkan gejolak politik, padahal ini tidak lebih dari ambisi pribadi salah satu pembantu Presiden," ujar Ray menambahkan.

Ray yang juga aktivis senior, menduga Moeldoko salah kalkulasi karena terbuai oleh janji-janji manis makelar-makelar politik yang membujuknya.

"Orang seperti Pak Moeldoko sudah terlalu terbiasa bekerja pada tataran strategis sehingga luput atau tidak sempat mengecek pelaksanaannya di lapangan. Inilah yang jadi ladang subur bagi para makelar politik untuk mengumbar janji guna mencari pendanaan, lalu membuat laporan 'asal bapak senang'," tutur Ray.

Pola makelar politik ini cukup sering terjadi dalam perpolitikan di Indonesia. Ubedilah dan Ray menyarankan agar pemerintah konsisten menggunakan dasar hukum yang obyektif untuk memutuskan perkara ini, untuk menjaga kepastian hukum dan kestabilan politik.

Keduanya mengingatkan kasus ini cukup banyak diberitakan media massa internasional dengan istilah take over yang berimplikasi pada persepsi negatif terhadap pemerintah. Apalagi jika dikaitkan dengan peringatan lembaga-lembaga maupun peneliti internasional tentang kemunduran demokrasi di Indonesia. Padahal ada keterkaitan erat antara kualitas demokrasi dan iklim investasi.

Baik Ubedilah maupun Ray sepakat jika pemerintah salah mengambil keputusan, secara rasional, resiko yang bakal ditanggung pemerintah baik di sisi politik maupun ekonomi, terlalu besar ketimbang keuntungan politik yang hanya berlaku bagi salah satu pejabatnya saja.

"Apalagi ini era yang sangat terbuka, dan bisa menjadi preseden buruk dikemudian hari," pungkas Ubedilah.

Populer

Gempa Megathrust Bisa Bikin Jakarta Lumpuh, Begini Penjelasan BMKG

Jumat, 22 Maret 2024 | 06:27

KPK Lelang 22 iPhone dan Samsung, Harga Mulai Rp575 Ribu

Senin, 25 Maret 2024 | 16:46

Pj Gubernur Jawa Barat Dukung KKL II Pemuda Katolik

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:22

KPK Diminta Segera Tangkap Direktur Eksekutif LPEI

Jumat, 22 Maret 2024 | 15:59

Bawaslu Bakal Ungkap Dugaan Pengerahan Bansos Jokowi untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Rabu, 27 Maret 2024 | 18:34

Connie Bakrie Resmi Dipolisikan

Sabtu, 23 Maret 2024 | 03:11

KPK Lelang Gedung Lampung Nahdiyin Center

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:12

UPDATE

Jelang Piala AFF dan AFC, 36 Pemain Masuk Seleksi Tim U-16 Tahap Dua

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:02

Gunung Semeru Kembali Erupsi, Warga DIminta Tak Beraktivitas

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:25

Kemnaker Gelar Business Meeting Pengembangan SDM Sektor Pariwisata

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:11

2.098 Warga Terjangkit DBD, Pemkot Bandung Siagakan 41 Rumah Sakit

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:01

Sebagian Wilayah Jakarta Diprediksi Hujan Ringan

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:21

Warga Diimbau Lapor RT sebelum Mudik Lebaran

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:11

Generasi Z di Jakarta Bisa Berkontribusi Kendalikan Inflasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:04

Surat Dr Paristiyanti Nuwardani Diduga jadi Penyebab TPPO Farienjob Jerman

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:00

Elektabilitas Cak Thoriq Tak Terkejar Jelang Pilkada Lumajang

Jumat, 29 Maret 2024 | 05:42

Satpol PP Diminta Jaga Perilaku saat Berinteraksi dengan Masyarakat

Jumat, 29 Maret 2024 | 05:31

Selengkapnya