Berita

Suasana sidang lanjutan kasus terdakwa Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, saat mendengarkan kesaksian Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Rabu (10/3)/RMOL

Hukum

Bersaksi Untuk Syahganda, Margarito Kamis: Konyol Orang Tidak Boleh Berpendapat, Mau Jadi Negara Nazi!

RABU, 10 MARET 2021 | 15:22 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Sidang lanjutan dugaan pidana kabar bohong dengan terdakwa Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, sebagai saksi ahli dari penasihat hukum, di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Rabu (10/3).

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ramon Wahyudi dengan anggota Hakim Nur Ervianti Meililala dan Andi Imran Makulau, Margarito Kamis menyampaikan penilaiannya atas pemidanaan Syahganda yang dikenakan Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946; atau Pasal 14 ayat (2) UU 1/1946 atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 10 tahun penjara.

Margarito berpendapat, apa yang ditulis Syahganda di dalam akun Twitternya terkait rencana aksi demonstrasi menolak RUU omnibus law Cipta Kerja, sebagai pendapat dan bukan kabar bohong.


Sebabnya, Syahganda sebagai warga negara memiliki hak berpendapat, sebagaimana diatur di dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"Ini konyol peradilan, kalau pendapat orang dibilang bohong. Saya beda pendapat dengan orang lain itu biasa sejak dulu. Apa dasar pokok analisisnya orang dibilang bohong," ujar Margarito Kamis dihadapan persidangan yang digelar secara luring dan daring ini.

Selain itu, Margarito juga menyebutkan, aksi demonstrasi yang menjadi objek pembicaraan Syahganda di dalam akun Twitternya sah menurut Undang-undang, karena diizinkan pihak kepolisian.

"Tidak ada alasan dalam ilmu hukum untuk mempolitisir demonstrasi. Karena demonstrasi sendiri adalah hal yang legal," ucap Margarito.

"Mendukung demo kemudian demo itu sah tidak bisa dipidanakan. Dan tidak bisa disebut bohong," sambungnya.

Ditambah lagi, Margarito menilai pernyataan Syahganda melalui akun Twitternya juga tidak bisa dinilai sebagai sebab dari keonaran dari aksi ricuh dalam demonstrasi menolak RUU omnibus law Cipta Kerja.

Karena menurutnya, upaya memancing keonaran itu bersifat konkret, dalam konteks waktu dan tempat. Bukan seperti anggapan hukum yang dimasukan ke dalam dakwaan persidangan ini.

"Keonaran itu konkret, orang keluar gang ramai di sana sini, berebut ini itu. Sedangkan ini tidak bisa," katanya.

Oleh karena itu, Margarito menilai kasus hukum Syahganda Nainggolan ini konyol, karena mengkualifikasi pernyataaan di Twitter sebagai kebohongan.

Bahkan menurutnya, dari kasus Syahganda ini bisa dilihat sistem politik hukum pemerintah sekarang ini cendrung tidak ingin ada perbedaan pendapat, mirip dengan rezim Hitler di Jerman.

"Ini bangsa konyol, orang tidak boleh ngomong apa-apa. Sama dengan sistem hukum Hitler waktu terpilih jadi kanselir, ada yang namanya enabling act," tutur Margarito Kamis.

"Di dalamnya tidak boleh orang berbicara lain selain Hitler. Apakah kita ingin negara ini dijadikan negara Hitler, Nazi? Fatal pak," tandasnya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya