Berita

Direktur Indonesia Future Studies (INFUS) Gde Siriana Yusuf/Net

Politik

Gde Siriana: Akal Elit Parpol Dan Pejabat Bisa Kalkulasi Mahar Dan Setoran, Pantas Utang Negara Numpuk

SENIN, 01 MARET 2021 | 14:02 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Ihwal korupsi di Indonesia yang masih merajalela di lingkaran kekuasaan disebabkan pola pikir pejabat yang meminta dan menerima mahar politik dalam kontestasi demokrasi.

Begitulah yang diungkapkan Direktur Indonesia Future Studies (INFUS) Gde Siriana Yusuf, menggambarkan kaitan demokrasi dan perilaku koruptif yang ada di Tanah Air.

"Semua elit parpol dan pejabat birokrasi yang meminta dan atau menerima mahar politik, mahar jabatan atau setoran lainnya adalah penyebab korupsi tidak pernah bisa dihentikan," tutur Gde Siriana.


Komite Politik dan Pemerintahan Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) ini memperkirakan, akal para pejabat yang terpilih dari politik transaksional memiliki kalkulasi ekonomis untuk menerima mahar dan memberikan setoran kepada sang sponsorship pemenangannya.

"Akal para pejabat seharusnya mengkalkulasi mahar dan setoran, apakah dapat dicukupi dengan gaji resmi selama menjabat," kata Gde Siriana.

"Dan sangat mungkin elit dan pejabat ini sudah mengkalkulasi berapa banyak uang yang dapat dikorupsi di jabatan yang dimaharkan. Sehingga mereka dapat menentukan nilai maharnya," sambungnya.

Sebagai perbandingannya, Gde Siriana menjelaskan pola pikir rakyat biasa yang biasanya menghitung kecukupan gaji dan dengan kebutuhan hidupnya selama sebulan puh.

"Masa elit dan pejabat tidak bisa. Kecuali mereka menutup mata dan tidak perduli dengan persoalan besar bangsa ini, korupsi dan dampaknya pada pembangunan," tuturnya.

Dampak paling serius dari korupsi dan sistem demokrasi yang transaksional ini, disebutkan Gde Siriana adalah utang negara yang semakin menumpuk. Karena, anggaran untuk perbaikan ekonomi nasioanal justru sudah direncanakan dicuri oleh para elit sejak perencanaan.

Makanya, dia menganggap wajar jika pertumbuhan ekonomi tidak pernah menanjak tinggi, malah justru mentok disekitar angka 5 persenan, tapi di sisi yang lain hutang semakin menggunung.

"Akhirnya (karena korupsi dan demokrasi transasksional) anggaran pembangunan akan terus tidak mencukupi untuk mengejar pertumbuhan yang mengesankan," paparnya.

"Jalan pintasnya ditutupi dengan hutang. Jangan heran jika sekarang hutang terus bertambah tapi pertumbuhan stagnan," demikian Gde Siriana menutup.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya