Berita

Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono/Net

Politik

Andi Arief: Ternyata Ada Dendam PDIP Terhadap SBY Sebagai Menantu Jenderal Sarwo Edhie Wibowo

RABU, 17 FEBRUARI 2021 | 20:17 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto diminta tidak membenturkan dua figur mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Begitu ditegaskan politisi Partai Demokrat Andi Arief menyikapi pernyataan Hasto soal ucapan mantan Sekjen Partai Demokrat, Marzuki Ali.

"Sebaiknya Sekjen PDIP Hasto Kristianto jangan membenturkan mantan Presiden Ibu Mega dan Pak SBY. Biarlah mereka berdua menjadi panutan bersama, sebagai yang pernah berjasa buat sejarah politik kita," kata Andi di akun Twitter pribadinya, Rabu (17/1).


Sebelumnya, Hasto, menanggapi pernyataan mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Ali soal Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang disebut kecolongan dua kali di Pilpres 2004.

Menurut Marzuki, eks Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat berkata pada dirinya bahwa Megawati kecolongan dua kali pada Pilpres 2004.

“Pak SBY nyampaikan, ‘Pak Marzuki, saya akan berpasangan dengan Pak JK. Ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini. Kecolongan pertama dia yang pindah. Kecolongan kedua dia ambil Pak JK. Itu kalimatnya,” kata Marzuki sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored, Kamis (11/2).

Hasto menilai pernyataan SBY yang diucapkan Marzuki itu justru menunjukkan bahwa eks Ketua Umum Demokrat itulah yang menciptakan desain pencitraan seolah ia sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) dizalimi Megawati yang masih menjabat sebagai Presiden kelima RI.

Saat itu, kata Hasto, berembus isu SBY merasa dizalimi Megawati sehingga ia memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam.

“Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah 'kecolongan dua kali' sebagai cermin moralitas tersebut,” kata Hasto dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2).

“Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan,” tutur Hasto.

Kejadian ini, lanjut Hasto, membuat dirinya teringat sebuah kisah yang disampaikan oleh almarhum Cornelis Lay. Sebelum SBY ditetapkan sebagai Menko Polhukam di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Megawati, ada elite politik mempertanyakan Megawati.

Hal ini menyangkut keterkaitan SBY sebagai menantu Sarwo Edhie dalam peristiwa 1965. Selain itu, keterkaitan SBY dengan serangan Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996. Namun, Megawati justru menjawab pemilihan atas SBY mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan.

“Saat itu, Ibu Megawati lalu mengatakan, 'saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada 'Indonesia' dalam TNI, sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa', begitu kata Ibu Megawati penuh sikap kenegarawanan sebagaimana disampaikan Prof Cornelis kepada saya,” kata Hasto.

Bagi Andi Arief, sikap Hasto yang merespon Marzuki adalah keliru. Pasalnya, apa yang dikatakan Marzuki adalah karangan bebas alias "statemen hantu".

Tanggapan Hasto soal pernyataan Marzuki Ali, menurut Andi justru mengungkap fakta bahwa  PDIP masih menyimpan dendam pada SBY yang merupakan menantu dari Jenderal Sarwo Edhie, ayah Ani Yudhoyono yang dikenal sebagai penumpas PKI.

"Kenapa hantu, karena Marzuki mengarang bebas. Lebih mengejutkan saya, ternyata ada dendam PDIP terhadap SBY karena sebagai menantu Jenderal Sarwo Edhie Wibowo. Dendam Ideologis?" pungkasnya.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya