Berita

Foto ilustrasi/Net

Suluh

Bahaya, Tidak Setuju Kebijakan Pemerintah Dituduh Radikal

SELASA, 16 FEBRUARI 2021 | 12:59 WIB | OLEH: RUSLAN TAMBAK

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak akan menindaklanjuti laporan terhadap Prof. Din Syamsuddin, apalagi memprosesnya.

Sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Gerakan Anti Radikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) melaporkan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin terkait dugaan radikalisme ke ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN)

GAR ITB juga menyampaikan masalah Din Syamsuddin tersebut kepada Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo.

Jelas Mahfud, pemerintah tidak pernah menganggap Din sebagai radikal atau penganut radikalisme.

"Beliau (Din) kritis, bukan radikalis," kata Mahfud pada 13 Februari 2021.

Belakangan, Rektorat ITB hyga menyebutkan GAR bukan bagian dari organisasi di bawah kampus mereka.

Sekalipun GAR memiliki anggota para alumni ITB, tapi GAR tidak dalam struktur organisasi ITB.

Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti mengatakan, tuduhan terhadap Din Syamsuddin tidak berdasar dan salah alamat.

Din sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan intern dan antar umat beragama baik di dalam maupun luar negeri.

Pada era Din, digagas dan dirumuskan konsep Muhammadiyah tentang Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi WA Syahadah yang akhirnya menjadi keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makasar.

Dan semasa menjadi utusan khusus Presiden untuk dialog dan kerjasama antar agama dan peradaban, Din juga memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan ulama dunia di Bogor. Pertemuan tersebut melahirkan Bogor Message yang berisi tentang Wasatiyah Islam, Islam yang moderat.

Jelas Abdul Muti, kalau Din Syamsuddin banyak melontarkan kritik, itu adalah bagian dari panggilan iman, keilmuan, dan tanggung jawab kebangsaan.

Kritik adalah hal yang sangat wajar dalam alam demokrasi, dan diperlukan dalam penyelenggaraan negara. Jadi semua pihak hendaknya tidak anti kritik yang konstruktif (membangun).

Memberi label negatif oleh suatu pihak kepada pihak lain karena beda pandangan atau tidak suka akan berdampak sangat membahayakan bagi NKRI, dan mundurnya peradaban dalam segala bidang.

Memang, sangat disayangkan dan berbahaya sekali jika radikal didefenisikan secara subyektif.

Misalnya, yang tidak setuju kebijakan pemerintah; yang berbeda pandangan; yang sering kritik pemerintah; atau yang oposisi, dituduh intoleran, radikal, dan seterusnya.

Kalau sudah sampai pada titik ini, maka masa depan demokrasi kita akan semakin gelap. Semua anak bangsa harus memikirkan ini dengan baik-baik. Jangan sampai terjadi dan berkelanjutan.

Kritik itu adalah vitamin. Vitamin sangat diperlukan untuk mencegah bahkan mengobati.

Adapun yang mesti diperangi dan dibasmi adalah penebar hoax, kebencian, dan fitnah. Termasuk memerangi buzzer yang kerap membuat kegaduhan.

Selanjutnya, yang perlu dibabat habis adalah teroris dan koruptor.

Jadi, kritik yes, radikal no.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya