Berita

Lampion/Net

Publika

Jangan Rancu Dan Racuni Kemuliaan Tradisi Budaya Imlek Tionghoa

SENIN, 15 FEBRUARI 2021 | 09:36 WIB

ADA dua artikel tulisan Wahyudi Zhang jubir Gemaku dan Kristan yang isinya cenderung emosional berbungkus logika yang tidak nyambung sehingga  terkesan 'stupidity' seperti kutipan yang ditulis Kristan itu. Inti dari kedua tulisan yang beberapa bagian diulang kembali satu dengan lainnya adalah upaya keras memformulasi perayaan Imlek sebagai mutlak milik umat aliran filosofi atau agama Konghucu.

Merancu bahwa urusan Imlek di Indonesia tidak sama dengan di negara lainnya adalah salah satu delusi yang menyedihkan sekali. Ribuan tahun sudah Imlek yang asalnya dikenal sebagai festival musim semi di negeri Tiongkok dirayakan semata-mata karena telah menjadi tradisi moral yang luar biasa di dalam memelihara etika dan karakter dalam skala paling kecil, yaitu keluarga dan besar sebagai kultur masyarakat yang mendarah daging diberbagai belahan dunia.

Apa yang disampaikan Susy Ong murni adalah tinjauan 'Scientific history' dan bukan soal akidah terhadap sesuatu kepercayaan yang disebut agama Konghucu. Jadi menuntut Susy Ong minta maaf atau meralatnya bahkan mencoba mengarah ke ranah hukum adalah model moral yang rendah ahklak beragamanya.

Bila Susy Ong dalam uraian literasinya mengatakan Kang You Wei yang membawa Aliran Filsafah Khonghucu ke Indonesia, tidak ada keteledoran meskipun catatan Nio Joe Lan dalam "Riwayat 40 Tahun THHK" bahwa pada tahun 1897 Lie Kim Hok sudah menulis tentang 'Hikayat Khong Hoe Tjoe' karena meskipun literaturnya dari barat, tetapi sumbernya pasti berasal dari Tiongkok juga.

Kalaupun pada tahun 1898 Kang You Wei mencetuskan ide reformasi “100 hari”nya,hal itu bisa saja memang sudah diketahui sejak setahun sebelumnya, yakni 1897. Tak perlu dicari-cari sebagai kesalahan yang mutlak.

Kembali ke hari raya Imlek sebagai perayaan tradisi entitas Tionghoa yang jelas eksistensinya tidaklah perlu "diobok-obok" oleh keturunan Tionghoa sendiri, karena bila saudara seetnis tapi berkepercayaan atau beragama Konghucu ingin menjadikan Imlek sebagai tahun barunya karena Nabi Konghucu lahir di tahun di mana Imyanlek (Imlek) dirayakan, maka silahkan saja meskipun bagi saudara Tionghoa lainnya terkesan sangat janggal.

Menurut catatan Konghucu lahir bulan delapan tahun berjalan itu, sedangkan 'Sin cia' jelas selalu bulan satu tanggal satu Imlek perhitungan penanggalan bulan.

Janganlah berupaya mengerdilkan budaya leluhur hanya karena ambisi semata terkait keyakinan atau kepercayaan sekelompok  penganut ajaran Konghucu yang notabene bagian dari kultur yang sudah berjalan jauh sebelum Nabi Kongcu lahir.

Hal ini pun terlihat dalam uraian tulisan Kristan ketika Kang Yuo Wei merumuskan hal mencoba menstandarisasi tahun Imlek di Tiongkok berdasarkan tradisi yang panjang sejak jaman dinasti Han dan mengakomodir seluruh tradisi ajaran Khonghucu sehingga perhitungannya dimulai dari tahun lahir Confucius.

Jadi secara nalar logika adalah kontradiktif bila tradisi ajaran Konghucu bisa menjadi 'pemilik' tradisi budaya 'Sincia' atau Imlek yang telah berjalan jauh setidaknya sejak masa Huang Di sebagaimana Kristan yang menyoalkan tahun kelahirannya pada 2711 SM.

Sangatlah tidak elok memperjuangkan sesuatu yang menjadi kebiasaan leluhur ribuan tahun ini menjadi seolah mutlak milik agamanya apalagi menyeret-nyeret situasi politik Indonesia dimasa lalu khususnya masa orde baru dimana upaya melindungi warga Tionghoa dimasa krisis saat itu sungguh membuat dilematis pemerintah untuk memutuskannya. Apalagi membanding-bandingkannya dengan perayaan agama lain.

Intisari ajaran Konghucu yang meliputi tata etika moral dalam bermasyarakat dan bernegara tidak ada satupun yang memuat tataran pengelompokan spiritual perhitungan berdasarkan Shio yang terdiri dari dua belas kelompok karakter kelahiran manusia didunia ini. Kepercayaan mana telah menjadi bagian budaya Imlek dalam setiap memasuki tahun barunya. Tentang hal ini kiranya menjadi salah satu fakta nyata mana tradisi mana agama.

Maka tidaklah heran bila seiring perjalanan perayaan Imlek yang sudah menjadi hari libur nasional secara umum orang Tionghoa dan non Tionghoa mengucapkan selamat Imlek sesuai tahun yang berjalan saja, seperti tahun ini 2021 namun presisi tanggalnya tak diragukan mengikuti penanggalan Imlek yang tahun ini jatuh pada tanggal 12 Februari 2021. Apalagi bila mengaku ke'khas'an Indonesia.

Karena itu Kristan jangan mudah men-'stupid-stupid'-kan pihak lain apalagi atas nama agama yang diagungkan memiliki nilai  spiritualisme yang tinggi. Beri teladan tentang ajaran itu sendiri maka respek akan datang dengan sendirinya. Jangan maksa Tionghoa adalah Konghucu tapi dibagian lain ditulis ada Tionghoa non Konghucu. Semakin tampak kebingungan dalam upaya meyakinkan kepercayaannya.

Sebagai orang Tionghoa hentikanlah upaya membangun polemik yang hanya mempermalukan jati diri keTionghoaan yang selama ini dikenal memiliki integritas etika budaya yang tinggi dimana salah satunya tercermin dalam perayaan Imlek setiap tahun ini. Hargai Pemerintah yang melalui Keppres No 19 tahun 2001 tentang hak azasi warga Tionghoa melaksanakan tradisi budayanya dalam perayaan Imlek dan lainnya sebagai bagian yang memperkaya khasanah budaya tanah air nusantara.

Jangan sampai justru seperti ulasan Zeng Wei Jian yang seorang Buddhism (kalau tak salah) di FB nya bahwa jangan-jangan ini hanya soal perebutan Klenteng, cari muka ke Presiden, karena selama ini sebenarnya warga Tionghoa adem ayem saja merayakan Imleknya.

Umat Khonghucu mau jadikan Imlek sebagai hari lahir Nabinya ya silahkan saja, tapi ingat jangan sampai perjuangan itu menodai nilai-nilai tinggi Budaya Tionghoa yang begitu luas melebihan ajaran sebuah filosofi dan jangan terus merancu dan meracuni kemuliaan Tradisi Budaya Imlek Tionghoa ini.

Adian Radiatus

Pemerhati sosial politik

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya