Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Apakah Lembaga Negara Boleh Menerima Wakaf Uang?

RABU, 10 FEBRUARI 2021 | 09:18 WIB

GERAKAN Nasional Wakaf Uang belum lama berselang masih menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Salah satu pertanyaan publik yang belum terjawab antara lain apakah pemerintah boleh menghimpun wakaf uang dari masyarakat.

Judul tulisan ini juga bernada pertanyaan, sebagai lanjutan pertanyaan yang disampaikan melalui Surat Terbuka Kepada Menkeu: Wakaf Uang dan Dampak Negatif bagi Ekonomi, https://www.watyutink.com/topik/berpikir-merdeka/Surat-Terbuka-Kepada-Menkeu-Wakaf-Uang-dan-Dampak-Negatif-Bagi-Ekonomi

Seperti dijelaskan sebelumnya, berdasarkan Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU No 17/2003), pemerintah tidak boleh menerima pungutan apapun dari masyarakat. Kecuali penerimaan negara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, yang terdiri dari tiga jenis penerimaan. Yaitu penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.

Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah dalam arti luas. Termasuk di dalamnya pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, serta lembaga negara independen.

Artinya, UU Keuangan Negara melarang pemerintah, termasuk kementerian dan lembaga, menghimpun dana dari masyarakat. UU Keuangan Negara juga melarang pemerintah, kementerian dan lembaga, mengelola dan mengembangkan dana masyarakat, termasuk wakaf dan wakaf uang.

Di lain pihak, pemerintah melalui Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf mendirikan Badan Wakaf Indonesia untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional. Status hukum Badan Wakaf Indonesia adalah sebagai lembaga negara yang independen.

Kedudukannya sama seperti lembaga negara independen lainnya seperti Komisi Yudisial, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan lainnya. Juga setara dengan lembaga negara nonkementerian seperti Badan Intelijen Negara, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan lainnya.

Tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia antara lain membina para Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. memberhentikan dan mengganti Nazhir, menerima laporan pelaksanaan perwakafan dari para Nazhir.

Di samping tugas dan wewenang tersebut di atas, Badan Wakaf Indonesia juga berfungsi sebagai Nazhir. Artinya, Badan Wakaf Indonesia juga melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.

Dengan kata lain, Badan Wakaf Indonesia sebagai Nazhir, berdasarkan UU tentang Wakaf, dapat menerima, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf dari masyarakat.

Di lain pihak, Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga negara independen, berdasarkan UU tentang Keuangan Negara, seharusnya tidak boleh menghimpun, mengelola, atau mengembangkan dana masyarakat, termasuk harta benda wakaf. Bukankah begitu?

Sehingga kedua UU di atas terindikasi saling bertentangan: UU tentang Wakaf bertentangan dengan UU tentang Keuangan Negara, dalam hal menerima dan mengelola harta benda wakaf.

Kalau pertentangan kedua UU ini dibiarkan berlanjut, maka kepastian hukum menjadi taruhan. Khawatirnya, kementerian atau lembaga negara lainnya akan mengikuti fenomena ini, dan berupaya menghimpun dana dari masyarakat.

Sebagai contoh, Kementerian Agama sudah mulai menghimpun wakaf uang dan berhasil mengumpulkan Rp 4,13 miliar, https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/qnjqn1457/gerakan-wakaf-uang-kemenag-himpun-rp-413-miliar
 
Kementerian BUMN juga berkomitmen menghimpuan wakaf uang hingga Rp 80 miliar, https://koranbumn.com/2021/01/menteri-erick-thohir-pastikan-komitman-kementerian-bumn-saat-ini-akan-himpun-wakaf-uang-senilai-rp-80-miliar/

Publik pun bertanya-tanya, bagaimana kedua kementerian tersebut bisa dan boleh menghimpun dana (wakaf uang) dari masyarakat? Apa dasar hukumnya? Sedangkan undang-undang tentang Keuangan Negara secara tegas melarang semua kementerian melakukan pungutan kecuali yang ditetapkan Undang-undang.

Oleh karena itu, untuk memberi kepastian hukum, sebaiknya kedua Undang-undang yang bertentangan tersebut segera dicarikan jalan keluar. Mau tidak mau, salah satu dari undang-undang tersebut harus dibatalkan. Atau batal demi hukum.

Secara logika, undang-undang tentang Keuangan Negara seharusnya dipertahankan. Yaitu pemerintah, kementerian, dan lembaga, tidak boleh menerima, menghimpun, mengelola, dan mengembangkan dana masyarakat, termasuk wakaf. Sebagai konsekuensi, maka undang-undang tentang keberadaan Badan Wakaf Indonesia harus disesuaikan.

Alternatif pertama, Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga negara hanya bisa berfungsi sebagai regulator yang melakukan pembinaan perwakafan Indonesia. Artinya Badan Wakaf Indonesia tidak boleh melakukan fungsi Nazhir: tidak boleh menghimpun, mengelola dan mengembangkan dana masyarakat dan wakaf, sesuai UU tentang Keuangan Negara.

Atau, sebagai alternatif kedua, kalau Badan Wakaf Indonesia tetap mau berfungsi sebagai Nazhir, maka Badan Wakaf Indonesia harus menanggalkan statusnya sebagai lembaga negara (independen).

Agar Badan Wakaf Indonesia dapat menghimpun, mengelola, dan mengembangkan harta benda wakaf dari masyarakat. Berarti, status Badan Wakaf Indonesia harus berubah dari lembaga negara menjadi organisasi atau badan hukum dalam bidang Nazhir seperti diatur dalam Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

Semoga pertentangan kedua undang-undang tersebut dapat segera diselesaikan. Semoga Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan fungsinya sebaik-baiknya sesuai tujuan mulia perwakafan, tanpa bertentangan dengan undang-undang lainnya: Keuangan Negara.

Anthony Budiawan

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

UPDATE

Cuma Rebut 1 Gelar dari 4 Turnamen, Ini Catatan PBSI

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:37

Anggaran Dipangkas Belasan Triliun, Menag: Jangan Takut!

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:31

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,03 Persen Sepanjang 2024

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:23

Aset Raib ID Food Ancam Asta Cita Prabowo

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:13

Persoalkan Penetapan Tersangka, Tim Hukum Hasto Ungkap Sprindik Bocor

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:10

Setelah Identifikasi, Jasa Raharja Pastikan Salurkan Santunan Kecelakaan GTO Ciawi

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:59

Truk Pengangkut Galon Kecelakaan, Saham Induk Aqua Anjlok Merosot 1,65 Persen

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:57

Komisi V DPR Minta Polisi Investigasi Perusahaan Aqua

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:51

Partai Buruh Geruduk Kantor Bahlil Protes LPG 3 Kg Langka

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:41

DPR Siap Bikin Panja Imbas Laka Maut Truk Galon Aqua

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:30

Selengkapnya