Polemik pengadaan goodie bag atau tas bantuan sembako (bansos) berupa sembako untuk wilayah Jabodetabek hingga saat ini belum direspon penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Disebut belum direspon karena penyidik KPK belum memeriksa perusahaan yang ditunjuk oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk pengadaan tas bansos sembako tersebut.
Perusahaan yang dimaksud adalah, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau dikenal dengan nama Sritex.
Perusahaan ini pun sempat ramai diperbincangkan setelah adanya investigasi yang dilakukan oleh
Majalah Tempo, yang menyebut bahwa Sritex dapat menggarap proyek tas bansos atas rekomendasi dari putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam laporan
Tempo ada istilah “Anak Pak Lurah†sebagai pemberi rekomendasi tas bansos untuk Sritex dan istilah itu merupakan kode untuk menyebut Gibran.
Pihak Sritex sendiri telah membantah bahwa pihaknya mendapatkan proyek itu atas
cawe-cawe Gibran.
Di satu sisi, Sritex mengaku dihubungi langsung oleh pihak Kemensos mengenai kebutuhan tas bansos pada bulan April 2020 lalu. Pemesanan itu pun diklaim telah diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sementara Gibran juga telah membantah bahwa dirinya merekomendasikan Sritex kepada Juliari yang waktu itu menjabat sebagai Mensos juga Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PDIP.
Dalam laporan yang dimuat
Solopos.com pada Juli 2020, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos, Hartono Laras mengatakan, pihaknya mempercayakan pembuatan tas bansos sembako sebanyak 1,9 juta tas kepada Sritex dan mitra kerja Sritex.
Sementara itu dalam laporan
Tempo.co pada awal September 2020, Mensos Juliari mengatakan, Kemensos memesan tas bansos kepada Sritex sebanyak 10 juta tas.
Kemensos sendiri telah menggelontorkan sebanyak 22,8 juta paket bansos sembako untuk wilayah Jabodetabek di 2020.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga telah melakukan audit dan menemukan dugaan penggelembungan anggaran pembuatan
goodie bag bertulisan "Bantuan Presiden RI Melalui Kementerian Sosial".
Dalam risalah pemeriksaan yang diperoleh
Tempo, BPKP menghitung kelebihan pembayaran dalam pengadaan
goodie bag sebesar Rp 6,09 miliar berdasarkan pemeriksaan pengadaan 7,07 juta paket senilai Rp 2,27 triliun dalam program penyaluran tahap 1 sampai tahap 4.
Perhitungan itu didapat dari hasil anggaran Kemensos untuk pembelian tas sebesar Rp 15 ribu per buah dengan ongkos wajar produksi tas kain yang hanya sebesar Rp 6.500 per buah.
Artinya, terdapat selisih harga sebesar Rp 8.500 per buah.
Sritex sendiri pun juga dianggap memberikan tawaran harga yang mahal, yakni sebesar Rp 12.300 per buah. Jika dibanding dengan ongkos wajar, maka ada selisih sebesar Rp 5.800 per buah dari harga tawaran Sritex.
Terkait penunjukan langsung, KPK sendiri telah menyatakan bahwa di masa pandemi Covid-19, sebuah pengadaan barang atau jasa bisa dilakukan dengan cara penunjukan langsung.
Hal itu pun diatur di dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) 13/2018.
"Mekanismenya dapat dilakukan dengan penunjukan langsung. Hal ini dilakukan agar secara cepat untuk mengatasi kondisi darurat sebagaimana saat ini epidemi virus corona yang melanda dunia," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada wartawan pada Minggu, 22 Maret 2020.
Namun demikian, pihak Kemensos pun belum mengunggah laporan kinerjanya pada tahun 2020 di website
kemensos.go.id agar masyarakat mengetahui anggaran yang digelontorkan, proses pengadaan bansos hingga berapa banyak paket sembako yang dibagikan kepada masyarakat.
Juliari sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK terkait kasus dugaan suap bansos Covid-19 berupa sembako untuk wilayah Jabodetabek 2020.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan tersangka lainnya. Yaitu, Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos yang juga tersangka penerima suap.
Sedangkan tersangka pemberi suap adalah, Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) selaku swasta dan Harry Sidabuke (HS) selaku swasta.
Dalam perkara ini, Juliari diduga menerima fee sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket sembako.
Juliari diduga telah menerima uang suap sebesar Rp 17 miliar yang diberikan oleh tersangka Matheus Joko Santoso sebanyak dua kali.
Yaitu, pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama sebesar Rp 8,2 miliar. Dan pada periode kedua sebesar Rp 8,8 miliar.