Berita

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun/Net

Politik

Kegagalan Menemukan Harun Masiku Bisa Membuat Investor Asing Tidak Percaya

KAMIS, 07 JANUARI 2021 | 07:25 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Investor asing atau dunia Internasional akan semakin tidak percaya dengan pemerintah Indonesia karena tidak mampu menangkap buronan Harun Masiku hingga satu tahun.

Harun Masiku sendiri merupakan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU pada 9 Januari 2020.

Artinya, hampir genap satu tahun, KPK dan Polri tidak mampu menangkap Harun Masiku yang merupakan mantan caleg PDIP.

"Persoalan ini tidak hanya menjadi kunci bagi ketidakpercayaan rakyat pada KPK dan pemerintah, tetapi juga menjadi kunci penting bagi ketidakpercayaan investor asing atau dunia internasional terhadap pemerintah Indonesia," ujar analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (7/1).

Berdasarkan riset dari World Economic Forum (WEF), skor tertinggi sebagai faktor utama penghambat investasi di Indonesia adalah maraknya korupsi dengan skor 13,8 persen.

"Jika sampai setahun lebih tidak ditemukan juga, tentu akan berdampak makin serius pada keengganan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia," jelas Ubedilah.

Selain itu, hilangnya Harun Masiku ini juga akan berdampak kepada ketidakpercayaan masyarakat kepada KPK akan semakin tinggi. Termasuk, kepada institusi Kepolisian yang bekerjasama dengan KPK untuk mencari Harun Masiku.

"Gagal menemukan Harun Masiku itu berarti kegagalan KPK dan institusi kepolisian," kata Ubedilah.

Tak hanya itu, ketidakpercayaan masyarakat juga akan semakin tinggi kepada Presiden. Karena, upaya Presiden membentuk Indonesia Investment Authoriry (INA) hanya akan menjadi lembaga yang kering investasi.

"Dunia internasional akan makin tidak percaya dengan Indonesia, apalagi terakhir peristiwa korupsi bertubi-tubi dari korupsi asuransi yang triliunan rupiah sampai korupsi dana bantuan sosial yang miliaran rupiah," pungkas Ubedilah.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya