Berita

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun/Net

Politik

Pengamat: Represi Pada Ormas Kesalahan Fatal Yang Bertentangan Dengan UUD 1945

JUMAT, 01 JANUARI 2021 | 08:12 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Negara wajib menjamin kebebasan para warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan berorganisasi. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 UUD 1945.

Begitu kata analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyikapi pembubaran  Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah.

Dia menjelaskan bahwa para pendiri bangsa telah secara progresif menetapkan hak-hak dasar setiap warga negara. Hak-hak itu termasuk hak berserikat, berkumpul, dan berorganisasi yang jadi syarat kehidupan berdemokrasi tumbuh.

“Artinya, melakukan represi terhadap ormas adalah kesalahan fatal. Bertentangan konstitusi UUD 1945 juga sekaligus bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/1).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD harus paham tentang prinsip-prinsip demokrasi yang tidak boleh diganggu. Berdasarkan gagasan penting Henry Bertram Mayo dalam buku An Introduction to Democratic Theory (1960), terdapat sejumlahprinsip demokrasi yang tidak boleh diganggu karena menjadi sebab suatu negara disebut mempraktikkan sistem demokrasi.

"Di antaranya adalah mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman, termasuk keanekaragaman organisasi masyarakat," jelas Ubedilah.

Sehingga kata Ubedilah, negara wajib menjamin tegaknya keadilan dengan tidak semena-mena membubarkan Ormas seperti FPI. Keadilan dalam perkara hukum hanya boleh diputus di pengadilan.

“Pembubaran ormas itu perkara hukum dan hanya boleh diputuskan di meja pengadilan bukan di meja kekuasaan," tegas Ubedilah.

Apalagi, sambungnya, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 yang di dalamnya memuat argumen pembubaran ormas sepatutnya melalui pengadilan.

"Ormas FPI bersalah atau tidak biarlah pengadilan yang akan memutuskan, bukan penguasa. Indonesia ini negara hukum yang menganut konsepsi rechstaat (negara hukum) bukan machstaat (negara kekuasaan). Jika yang dipakai adalah logika machstaat, ini kesalahan fatal dalam berdemokrasi," pungkas Ubedilah.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya