Berita

Hersubeno Arief/Repro

Hersu Corner

Silakan Tangkap Anak Pak Lurah?

SENIN, 21 DESEMBER 2020 | 22:07 WIB | OLEH: HERSUBENO ARIEF

DI media sosial saat ini tengah berlangsung pertempuran seru. Perang kata (TwitWar), perang tagar antara penentang dan pendukung Presiden Jokowi.

Di Twitter sejak kemarin sudah bergema tagar #TangkapAnakPakLurah.  

Tagar itu wora wiri di lini masa, menjadi trending topic. Paling banyak cuit, di-mention, dan diretweet.

#TangkapAnakPakLurah dipicu laporan utama majalah Tempo pekan ini. Judulnya: Korupsi Bansos Kubu Banteng.

Dalam artikel Tempo disebutkan, jatah pembuatan goodie bag alias kantong kemasan untuk paket Bansos milik “Anak Pak Lurah.”

Frasa Anak Pak Lurah ini mengacu pada Gibran, putra Jokowi yang baru saja memenangkan Pilkada Solo.

Perusahaan tekstil raksasa PT Sritex mendapat jatah pembuatan 1,9 juta kantong kemasan, berkat rekomendasi “Anak Pak Lurah.”

PDF, screenshot majalah Tempo menyebar dengan cepat di media sosial. Media-media online juga ikut rame-rame memberitakannya.

Gabungan pemberitaan Tempo, pemberitaan media online yang massif dan tagar #TangkapAnakPakLurah ini, rupanya membuat gerah kubu pendukung Presiden Jokowi.

Sejak Senin pagi (21/12) tagar #TempoMediaASU mulai bergema. Masuk dalam trending topic Indonesia, namun belum bisa mengalahkan #TangkapAnakPakLurah.

Riuh rendahnya pemberitaan dan tagar Anak Pak Lurah ini juga membuat Gibran gerah. Dia menantang agar KPK segera menangkapnya. "Silakan tangkap kalau ada bukti," tantangnya.

Melihat pilihan kosa kata ASX, kita sesungguhnya sudah bisa menduga siapa yang bermain di belakang tagar ini.

Kosa kata itu khas gaya Jawa Tengahan, khususnya Kota Solo. Kata itu adalah sebuah makian. Menunjukkan betapa kesal dan marahnya mereka kepada majalah Tempo.

Masih ingat saat rame-rame jelang Pilpres 2019 lalu?

Bupati Boyolali Seno Samudro memaki Capres Prabowo ASX.

Gara-garanya, hanya karena Prabowo mengucapkan guyonan “Tampang Boyolali.”

Sebuah makian yang sangat tidak pantas terhadap seorang capres. Apalagi sekarang malah jadi Menhan.

Mosok seorang Menhan, pembantu Jokowi dimaki ASX.

Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto mencoba menetralisir.

Menurut Bambang, makian —pisuhan dalam bahasa Jawa— itu merupakan kultur anak-anak wilayah Surakarta. Itu menunjukkan sikap yang egaliter.

Anak milenial di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Jawa Timuran, apalagi luar Jawa, tidak akan menggunakan kosa kata itu.

Di Bandung ada padanannya dengan obyek yang sama. Yakni Anjixx.
 
Wajar bila mereka sangat marah dan kesal. Tempo Group dalam beberapa pekan terakhir tidak hanya menelanjangi Juliari dan PDIP, tapi juga menyerang “Anak Pak Lurah.”

Sebelumnya, Tempo juga memaparkan data dan fakta yang berbeda seputar tewasnya 6 orang laskar FPI di KM 50.

Siapa yang bermain?

Siapa yang bermain di belakang #TangkapAnakPakLurah dan siapa di belakang #TempoMediaAsu, petanya akan jelas setelah nanti big data-nya dibaca.

Satu hal yang jelas, menjadi media yang merdeka dan independen di negeri ini makin berat.

Kalau cuma sekadar di-bully dan dimaki dengan #MediaASU siy kadarnya biasa.

Situs tempo.co beberapa waktu lalu sempat diretas. Tampilan wajah situsnya diubah (deface).

Beberapa channel YouTube yang dianggap kritis dan berada dalam kubu oposisi, diblokir dan tidak bisa ditonton di Indonesia.

Channel Front TV milik FPI menghilang dari beranda YouTube. Hanya bisa disaksikan menggunakan VPN atau dari luar negeri.
 
Channel milik saya Hersubeno Point juga diblokir. Untungnya mereka yang sudah subscribe, masih tetap bisa menyaksikan dan mendapat notifikasi. Tak perlu menggunakan VPN.

Tanda-tanda kematian demokrasi di Indonesia ada di ambang mata.

Orang sudah semakin takut menyatakan pendapat. Urusannya panjang dan bisa berakhir di bui.

Kebebasan menyuarakan pendapat sesungguhnya dijamin konstitusi.  

Media yang independen, bukan mengabdi pada kekuasaan, merupakan indikator sehatnya demokrasi sebuah negara.

Media juga disebut sebagai pilar keempat demokrasi.

Pendiri Harian Kompas PK Ojong pernah mewanti-wanti.

Tugas pers bukanlah untuk menjilat penguasa, tetapi mengkritik orang yang sedang berkuasa!

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Pangkas Anggaran Kementerian, Prabowo Lebih Peduli Rakyat Kecil

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:30

Bursa Asia Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:22

Guncangan Politik Rumania, Presiden Klaus Iohannis Pilih Mundur

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:19

Butuh 15 Regulasi Kewenangan Khusus Pasca Status Berubah Jadi DKJ

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:17

Jokowi Harusnya Tak Olok-olok SBY soal Hambalang

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:14

Kebijakan Trump Bikin Dolar AS Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:05

Bursa Eropa Sumringah, Indeks Utama Kompak Naik

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:42

Menuju Bahaya Oligarki

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:29

Saham-saham Teknologi Melonjak, Bursa AS Ditutup Menghijau

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:18

Mbak Ita dan Suaminya Dikabarkan Kembali Diperiksa Hari Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:10

Selengkapnya