Berita

Foto ilustrasi/Net

Publika

Rekonstruksi Kasus HRS Dengan Puisi Bebas

RABU, 16 DESEMBER 2020 | 18:43 WIB

DIA datang. Disambut massa. Tiupkan revolusi akhlak. Pada saat jelang anak mantu belajar nahta. Bikin terusik tentunya. Siapa yang bertanggung jawab mendatangkannya, bertanggung jawablah kini padanya.

Singkat cerita, dia berencana keliling Indonesia. Untuk hadiri undangan aneka acara. Pemerintah tekan dia. Ini zaman covid. Tidak dibenarkan bikin kerumunan. Kecuali kerumunan pilkada. Karena keuntungan bagi yang punya.

Tapi di Jakarta, sempat dia terima undangan. Dia ceramah full massa. Adu sindir dengan mak nikmir. Ribut dunia lendir. Abu Janda goyang sempoyongan. Mengolok-olok dia punya dendangan.


Massa terus menunggu kehadirannya. Karena lama tak jumpa. Tiga tahun lamanya di Makkah. Di Puncak, massa berebut dan berdesak. Ingin melihat dirinya dari dekat.

Sesudah itu di Petamburan langsungkan akad nikah putrinya. Massa meluber. Pihak yang nggak senang dapat alibi. Kamu melanggar hukum. Dikirim undangan preksa. Tak digubris. Karena lagi sakit. Kecapean. Lagi pula masih cukup waktu untuk memenuhi jika panggilan kedua.

Pilkada makin dekat. Tapi tekanan agar tidak ke luar Jakarta makin nekat. Spanduk dan balihonya, ujug-ujug diturunkan tentara. Sejak kapan tentara urus baliho, kata warga. Yang penting tekanan tak boleh kendor, kata penguasa. Sebab jika sampai ke luar Jakarta penuhi undangan warga, kemenangan anak mantu bisa lain ceritanya.

Alhasil terkuncilah di Jakarta. Reuni 212 hanya bisa lewat webinar. Kemana-mana dikuntit, kata Munarman. Hingga tak ada lagi privacy. Sampai kemudian tertangkap tangan tamu bawa drone. Di Megamendung, tempat habib kita. Dipreksa, ternyata tliksandi. Dilepas dia punya orang. Tapi dendam tak bisa dipendam.

Tibalah malam naas. Rombongan habib kita dipepet. Pengawal beraksi. Amankan pemimpinnya dari pepetan oteka (orang tak dikenal). Nasib tak ada mengira. Ternyata mereka bukan orang biasa. Mereka kaki tangan penguasa. Petugas hukum katanya. Mereka menembaknya. Matilah dia punya raga. Namun berkat mereka, selamatlah habib kita dan keluarga.

Kini tragedi mereka jadi sengketa. Antara warga dan penguasa. Antara Komnas HAM dan Polda. Tentang siapa sebenarnya aktor intelektualnya dan bagaimana duduk perkaranya. Sampai nyawa enam pemuda hilang enteng begitu saja. Allah Yang Paling Berkuasa saja, tidak segitunya.

Tapi apa dikata. Mana bisa nyawa yang hilang balik kembali. Walaupun emak dan bapak meronta-ronta. Menuntut kembalikan nyawa anaknya.

Begitu dinginnya mereka. Nyaris tak selurik wajah di penguasa menyesalkan nyawa melayang itu. Malahan pendukungnya menyumpahinya. "Rasain lu," kata mereka girang di kolom komentar medsos mereka.

Ala kulli hal, Pilkada terjadi juga. Tak ada alasan covid menundanya. Walaupun banyak dikata petugas kena tular kumannya. Hasilnya, plot lawan politik habib menang. Implikasi kedatangannya ke Indonesia, tidak berimbas ke hasil pilkada.

Tahukah Anda? Hasil pilkada ini maha penting. Mengamankan agar kuasa lestari abadi hingga yaumil ba'tsi. Empat tahun ke depan, hanyalah sarana naikkan elektabilitas buat penggantinya.

Beres pilkada. Tinggal sikat. Siapa saja yang mencoba halangi. Bahkan netizen yang investigasi TKP secara mandiri juga diintimidasi dengan panggilan preksa. Preksa telah jadi teror sekaligus stigma. Kata Hamdan Zoelva, ini bukan lagi rule of law, tapi sudah rule by law. Kita bilang juga apa?

Mereka tak hirau apa lu kata. Tak penting siapa korban, siapa yang dijerat. Tak peduli siapa yang meregang nyawa, siapa yang dipanggil preksa dan dibui. Orang tujuannya supaya aman terkendali. Bisa pesta semau-maunya. Persetan semuanya. Libas semua yang menghalangi.

"Kau mau apa. Ini diktatorku, tak ada yang mempan menentang. Karena semua dunia berpihak padaku. Mumpung semua tunduk pada perintahku. Maka kau pun harus hancur," hardik sohibul mulk, paduka yang dipertuan agung.

Syahrul Efendi Dasopang
Ketua Umum PB HMI MPO 2007-2009.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya