Berita

Dialog Back Azimuth bertajuk 'Deklarasi Djuanda dan Kita' pada Minggu, 13 Desember 2020/Repro

Nusantara

Dengan Deklarasi Djuanda, Ada Beban Yang Dipikul Bangsa Indonesia

SENIN, 14 DESEMBER 2020 | 08:08 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Keberhasilan Indonesia melipatgandakan wilayah dengan Deklarasi Djuanda tidak bisa hanya dipandang sebagai sebuah pencapaian.

Alih-alih, ada beban yang harus dipikul, yaitu memanfaatkan wilayah tersebut sebaik mungkin untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.

Sejarawan nasional, DR Anhar Gonggong mengatakan, esensi kemerdekaan harus ditambah dengan memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia.

"Kita sudah berdiplomasi selama sekian tahun dan berhasil. Nah kita punya wilayah tambah luas... Tapi di balik itu sebenarnya ada persoalan besar, bagaimana kita memfungsikan (wilayah)," terangnya dalam Dialog Back Azimuth bertajuk 'Deklarasi Djuanda dan Kita' pada Minggu malam (13/12).

"Jadi dengan Deklarasi Djuanda, maka ada beban bagaimana kita mewujudkan makna dari luasnya wilayah itu," tambahnya.

Terkait pemanfaatan wilayah, Anhar menyoroti bagaimana wilayah laut dan udara Indonesia dinikmati oleh asing, daripada bangsa sendiri.

Sebagai sebuah negara maritim, ia mengatakan, bangsa Indonesia pun mengabaikan laut yang seharusnya dimanfaatkan.

"Kalau kita mau jujur, yang paling miskin di antara kelompok penduduk itu nelayan. Hampir semua nelayan di Indonesia itu ada di wilayah yang penuh dengan kemiskinan. Padahal wilayah lautnya bertambah," tutur Anhar.

Oleh karena itu, Anhar mengatakan, Deklarasi Djuanda bukan hanya harus dibanggakan, tetapi perjuangannya harus diteruskan dengan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia.

"Dan sebenarnya salah satu makna dari Deklarasi Djuanda adalah keadilan. Kita mengambil hak kita, diakui, dan kita berhasil memperolehnya. Nah bagaimana kita menggunakannya?" tandasnya.

Selain Anhar, sejumlah narasumber juga hadir dalam Dialog Back Azimuth digelar oleh Masyarakat Garis Depan Nusantara tersebut. Mereka adalah Menteri Perikanan dan Kelautan 1999-2001 Sarwono Kusumaatmadja, KSAL ke-24 Laksamana TNI Prof. Dr. Marsetio, Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno, perwakilan Kelompok Keilmuan Geodesi ITB Prof Hasanudin Zainal Abidin,  dan anggota Ekspedisi Garis Depan Nusantara Aditya Prabowo.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya