Berita

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas/Net

Dunia

Tidak Percaya Pada Iran, Jerman Tuntut Perjanjian Nuklir Plus

SABTU, 05 DESEMBER 2020 | 06:13 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Jerman berharap banyak kepada Iran. Selain tidak ada senjata nuklir, juga tidak ada program roket balistik. Sebab keduanya dikhawatrikan mengancam keamanan seluruh kawasan.

Bagi Jerman, Iran perlu memainkan peran lain di kawasan itu di luar nuklirnya. Maka, perlu adanya  kesepakatan yang lebih luas, yang disebut Jerman sebagai 'Perjanjian Plus'.
Perjanjian Plus ini juga sebagai pengganti dari perjanjian 2015 yang saat ini sudah tidak mencukupi.

"Perlu adanya bentuk 'perjanjian nuklir plus', yang juga merupakan kepentingan kami," ujar Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, dalam wawancaranya dengan majalah Spiegel, seperti dikutip dari AP, Jumat (4/12).

"Perlu adanya bentuk 'perjanjian nuklir plus', yang juga merupakan kepentingan kami," ujar Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, dalam wawancaranya dengan majalah Spiegel, seperti dikutip dari AP, Jumat (4/12).

"Kami membutuhkan kesepakatan ini karena kami tidak mempercayai Iran," tegas Maas.

Komentar Maas muncul sebagai tanggapannya atas Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif yang berbicara di konferensi virtual MED 2020 dengan mengatakan bahwa Iran menolak untuk menegosiasikan ulang JCPOA.

Zarif mengatakan pada hari Kamis: "Kami tidak akan merundingkan kembali kesepakatan yang telah kami negosiasikan."

Dia mengatakan Washington menarik diri dari kesepakatan itu bukan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sehingga AS harus memenuhi komitmennya di bawah Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.

Pemerintahan Trump melanggar UNSCR 2231 dan sekarang AS tidak dalam posisi untuk menetapkan kondisi baru dalam masalah tersebut, menurutnya. 

Kesepakatan nuklir 2015 -yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan, atau JCPOA- memberi Iran keringanan sanksi sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Uni Eropa dan AS adalah penandatangan utama dalam kesepakatan itu, tetapi Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu pada 2018 dan telah menerapkan kembali sanksi yang melumpuhkan terhadap Teheran sebagai bagian dari kampanye 'tekanan maksimum'.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya