Berita

Presiden Soeharto/Repro

Publika

Enak Zamanku Toh?

JUMAT, 04 DESEMBER 2020 | 10:07 WIB

KETIKA dihadapkan pada kehidupan politik yang semrawut, masyarakat yang terbelah, hidup yang makin sulit, kita teringat Pak Harto. Lepas dengan semua kekurangan dan kelemahannya, di zaman Orde Baru semuanya relatif stabil.

Di masa Orde Baru, nggak ada preman, atau ormas berbaju preman yang dipakai oleh penguasa untuk menggebuk lawan-lawan politik, atau kelompok kritis.

Keamanan relatif stabil karena negara tidak menggunakan jasa preman. Baik preman darat maupun preman udara yang disebut buzzer medsos. Banyaknya preman yang diberi ruang bernarasi atas nama Pancasila dan NKRI justru semakin membuat gaduh keadaan.

Masa Orde Baru, ketahanan dan kedaulatan pangan betul-betul dijaga. Nasib petani selalu menjadi perhatian serius Presiden.

Hampir setiap hari Presiden nanya ke bagian rumah tangganya: berapa harga beras, harga cabe, sampai harga bawang dan harga garam. Semua dikontrol agar petani tidak menjadi korban para tengkulak dan importir.

Saat ini, impor kebutuhan pokok ugal-ugalan. Beras, gula, kedelai, bawang, cabe, bahkan garam dan sayuran pun impor. Ini tak masalah selama jumlah yang diimpor disesuaikan dengan kebutuhan rakyat setelah menghitung hasil panen petani. Berapa kebutuhan rakyat, lalu dikurangi hasil panen, disitulah pemerintah impor.

Tapi, kalau panen petani mencukupi, kenapa harus impor? Kalau kebutuhan rakyat 1 juta ton, kenapa harus impor 150 juta ton? Petani akan mampus. Sebab, hasil panen petani nggak terbeli. Bisa dibeli tapi dengan harga sangat murah. Untuk mengembalikan modal saja nggak cukup.

Ketahanan pangan menjadi masalah ketika impor dijadikan proyek balas budi terhadap para donatur yang menyumbang logistik saat pemilu. Disitu para timses dan partai pendukung ikut ambil jatah.

Soal demokrasi, Pak Harto distigmakan sebagai pemimpin otoriter. Menggunakan tentara untuk menjaga stabilitas keamanan dan politik.

Meski begitu, di zaman Orde Baru, tentara nggak masuk kampus. Apalagi polisi. Pak Harto berprinsip bahwa kampus adalah tempat bersemainya generasi bangsa. Di kampus inilah masa depan bangsa akan ditentukan.

Kalau kampus sudah rusak, maka masa depan bangsa juga akan rusak. Membonsai mahasiswa sama saja merusak benih yang disiapkan untuk masa depan bangsa.

Dulu, satu mahasiswa terluka atau ditahan aparat, kampus ramai. Masyarakat hingga dunia internasional bicara. Kematian sejumlah mahasiswa Trisakti berakibat Orde Baru tumbang.

Saat ini, entah sudah berapa nyawa mahasiswa jadi korban. Yang terluka, ditahan dan hilang, entah berapa jumlahnya. Hampir 1.000 petugas pemilu yang mati pun sudah dilupakan.

Saat ini, rektor dipilih dan ditentukan oleh menteri. Senat hanya mengusulkan sejumlah nama. Siapa yang akan jadi rektor, tangan menteri yang akan memilih. Nggak peduli seorang calon rektor itu mendapat dukungan paling sedikit di senat. Menteri mau, kepilihlah dia.

Nah, menteri pasti akan memilih calon yang loyal dan bisa dikendalikan. Siapapun dia. Dan di tangan rektor, para dekan dipilih. Senat fakultas tak punya hak lagi.

Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa kampus sangat terkendali. Mahasiswa dan semua civitas akademika terkendali. Jangan heran kalau ada rektor meminta para mahasiswa baru menandatangani pakta integritas yang salah satu isinya tentang kesediaan mahasiswa untuk tidak ikut berpolitik.

Pers di zaman Orde Baru memang dibatasi. Tapi tidak ditekan habis, sehingga harus seragam pemberitaannya. Media, terutama media mainstream, sekarang tiarap. Colak colek penguasa, izin usahanya bisa dicabut. Kasus pajak bisa terungkap.

Indonesia menganut politik bebas aktif. Pak Harto masih cukup berwibawa di setiap pertemuan global. Indonesia punya identitas dan jati diri di mata dunia internasional. Ini bukti bahwa kedaulatan negara terjaga. Bandingkan dengan sekarang.

Soal pembangunan infrastruktur, ada program repelita. Semua terencana dan terukur. Tetap mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, kebutuhan masyarakat dan efek pertumbuhan ekonominya di setiap perencanaan pembangunan. Tidak ngasal dan mengumbar nafsu.

Kata temen saya yang pernah jadi menteri: "dua proyek yang potensi korupsinya paling gede dan relatif tidak ketahuan yaitu di migas dan di pembangunan infrastruktur".

Korupsi? Jika di zaman Orde Baru korupsi terbatas di elit, sekarang korupsi dilakukan berjamaah. Alias ramai-ramai dan kompak. Hampir di semua lini. Jika di masa Orde Baru korupsi sembunyi-sembunyi, saat ini korupsi terang-terangan.

Ada anekdot populer: "di masa Orde Baru korupsi terjadi di bawah meja, saat ini mejanya pun ikut dikorupsi". Anekdot ini seolah mengklarifikasi adanya regulasi yang sengaja disiapkan untuk memperlancar korupsi.

KPK dimatikan melalui revisi Undang-undang No 19 Tahun 2019. UU Minerba makin membuka peluang korupsi di dunia tambang. UU Ciptaker memberi ruang bagi korporasi menindas buruh dan menguasai kekayaan negara.

Situasi saat ini rakyat dipaksa untuk membandingkan antara masa Orde Baru dengan masa sekarang. Sebagian menganggap di masa Orde Baru kehidupan berbangsa lebih stabil dan tenang. Enak zamanku toh?

Basyir Al-Haddad

Pemerhati Indonesia

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya