Berita

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin/Net

Politik

Mantan Staf KSP: Coba Telisik Perkawanan Ali Ngabalin Dengan Novel Baswedan...

RABU, 02 DESEMBER 2020 | 14:05 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Masih menjadi pertanyaan kenapa Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin tidak ikut diciduk meski berada dalam satu rombongan dengan Meteri KKP Edhy Prabowo saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Bandara Soekarno-Hatta sepulang dari Amerika Serikat.

Mantan staf di Kantor Staf Presiden (KSP), Bambang "Beathor" Suryadi curiga, Ali Ngabalin punya hubungan istimewa dengan penyidik senior KPK Novel Baswedan yang memimpin OTT tersebut.

"Lantas, siapa 'orang KPK' yang ikut dalam rombongan Menteri KKP ke Amerika, kalo bukan Ngabalin?" kata Beathor Suryadi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (2/12).

"Coba telisik, perkawanan Ngabalin ke Novel Baswedan..." sambung mantan anggota DPR RI dari PDI Perjuangan itu.

Beathor Suryadi bertanya-tanya kenapa tim penyidik KPK sudah menunggu di bandara, dan tahu bahwa Edhy Prabowo dan istri belanja barang berharga di AS.

"Kenapa tim KPK jam tengah malam sudah di bandara, tentu setelah Pak Menteri Edhy selesai melakukan belanja barang-barang yang kemudian jadi bukti korupsi," terang Beathor Suryadi yang dikenal sebagai murid almarhum Taufiq Kiemas.

"Ini bukan masalah ekspor benur-nya. Baca yang teliti. Ini masalah OTT. Bagaimana KPK punya barang bukti awal, yaitu barang-barang hasil belanja di Hawaii," lanjut dia.

Menurut Beathor Suryadi, Ali Ngabalin yang ikut dalam rombongan dan karena yang bersangkutan juga sebagai pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan di KKP.

"Info akuratnya ya dari Ngabalin yang ikut melihat belanja tersebut. Tanpa barang bukti, bagaimana KPK mau lakukan OTT?" tandasnya.

KPK menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Yaitu, Edhy Prabowo sebagai Menteri KKP; Safri sebagai Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta sebagai Stafsus Menteri KKP; Siswadi sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK); Ainul Faqih sebagai Staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin; dan Suharjito sebagai Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP).

Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Andreau, dan Amiril selaku tersangka penerima suap disangka melanggar melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, Suharjito selaku tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ali Ngabalin sendiri tidak ikut ditangkap karena dianggap tidak ikut terlibat.

Dalam berbincang dengan wartawan senior, Karni Ilyas dalam tayangan video pada kanal Karni Ilyas Club yang diyangkan 30 November 2020, penyidik senior KPK, Novel Baswedan membeberkan alasannya tidak turut membawa Ngabalin untuk diperiksa.

"Memang setiap proses upaya penangkapan atau tertangkap tangan, yang akan dilakukan untuk diamankan untuk diperiksa atau dilakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan itu adalah orang yang diduga sebagai pelaku, dengan syarat-syarat tertentu," ujar Novel Baswedan.

Pihak yang turut dibawa saat penangkapan merupakan orang yang diperlukan keterangannya sebagai saksi untuk menjelaskan peristiwa dugaan korupsi.

"Selain itu, tentu tidak (ikut dibawa), siapapun dia. Bukan karena beliau adalah pejabat atau apapun, bukan, tapi karena kepentingannya diperlukan apa tidak," kata Novel Baswedan.

Terkait peran Ali Ngabalin, Karni Ilyas pun merasa heran karena politisi Partai Golkar itu memisahkan diri pada saat petugas KPK menangkap Edhy Prabowo.

Namun, Novel Baswedan tidak mau memberi tanggapan dan menyerahkan untuk bertanya kepada Humas KPK.

"Saya kira itu nanti Humas KPK yang bicara, saya tak bisa wakili itu Pak Karni," jelasnya.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya