Seorang tentara membawa bendera Azerbaijan menelusuri puing-puing di Kota Shusha/Net
Di saat penduduk Armenia baru saja mengalami mimpi buruk karena terpaksa harus pergi dari tanah yang mereka tinggali selama hampir 30 tahun, mimpi panjang penduduk Azerbaijan yang dulu terusir justru akan segera berakhir. Ini ditandai dengan kembalinya Kota Shusha (Shushi) ke pangkuan mereka.
Secara khusus, kembalinya Kota Shusha yang terletak di Nagorno-Karabakh (Karabakh Atas) ke tangan Azerbaijan memiliki makna simbolis. Terlebih kota ini memiliki sejarah berdarah.
Salah seorang penduduk bernama Hamlet Meherremov mengaku terpaksa harus meninggalkan rumah mereka di Shusha bersama istri dan tiga anaknya pada tahun 1992 ketika perang meletus.
“Sekarang tinggal menunggu waktu sampai mereka kembali ke rumah keluarga mereka,†ungkap Meherremov kepada cucunya, seperti dikutip dari
Anadolu Agency, Senin (16/11).
“Bagiku, Shusha adalah Azerbaijan,†lanjutnya.
Istrinya, Sugayet Medetova, mengatakan dia tidak pernah kehilangan harapan untuk kembali, bahkan momen saat ini kerap menghiasi mimpi-mimpinya.
“Saya melihat momen ini dalam mimpi saya berkali-kali,†ungkapnya.
Dia mengatakan mereka hanya menunggu pengumuman dari Presiden Ilham Aliyev untuk memulai perjalanan pulang, impiannya sejak puluhan tahun.
Kegembiraan yang sama juga dirasakan oleh Keluarga Hasanova. Mereka telah merayakan momen kembalinya Shusha ke tangan Azerbaijan selama berhari-hari dengan mendekorasi rumah mereka dengan bendera Turki dan Azerbaijan.
Mereka kemudian mengambil kunci rumah dan dokumen dari brangkas. Menunjukkan bahwa mereka memiliki bukti-bukti kepemilikan rumah dan tanah, setelah beberapa dekade harus kehilangan itu semua.
Beybala Hasanova, sesepuh keluarga, sibuk bercerita kepada cucunya tentang kehidupan di kota leluhurnya. Dia mengatakan dia menyimpan kunci rumah bersamanya selama bertahun-tahun dengan harapan kembali suatu hari nanti.
Istrinya, Gulabe Hasanova, berbagi antusiasmenya.
“Rumah kami di Baku nyaman. Tapi hati kami ada di Shusha,†katanya.