Berita

Ilustrasi karantina/Net

Politik

Klaster Demo Tolak UU Ciptaker Bakal Memperparah Kondisi Covid-19, Pemerintah Diminta Karantina Wilayah

JUMAT, 09 OKTOBER 2020 | 12:08 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Munculnya klaster penularan baru Covid-19 akibat aksi demonstrasi tolak omnibus law UU Cipta Kerja, dikhawatirkan para tenaga medis memperparah kondisi pandemi di dalam negeri.

Dokter dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Fajar Awalia Yulianto mengatakan, potensi penularan dikala aksi demonstrasi berlangsung sangat tinggi.

"Apalagi saat ada pembubaran demonstrasi. Itu diberikan gas air mata, ditembakkan, kemudian orang-orang membuka maskernya karena merasa tercekik begitu, hidungnya berair, batuk-batuk," ujar Fajar dalam siaran RRI, Jumat (9/10).


Gas air mata yang sifatnya iritan, terang Fajar, membuat demonstran mengeluarkan lebih banyak cairan dari saluran nafas, hidung, tenggorokan, hingga air mata. Akibatnya, masaa aksi batuk-batuk dan mengeluarkan banyak droplet yang bisa menyebarkan virus.

"Kemungkinannya besar ya. Karena salah satu penyebab dari penyakit menular menjadi wabah karena adanya wabah. Apalagi sekarang ini orang merapat ya, di semua daerah di Indonesia melakukan aksi demonstrasi. Dan ini akan jadi masalah nanti," ungkapnya.

Maka dari itu, Pakar Epidemiologi ini meminta pemerintah membatasi aktivitas berkerumun masyarakat untuk menekan potensi lonjakan kasus positif Covid-19.

Cara yang paling efektif menurutnya adalah melakukan karantina wilayah, sebagai bentuk intervensi yang serius untuk memperbaiki kondisi Covid-19 yanh setiap harinya masih terus bertambah tinggi.

"Masalahnya kan kita enggak ada intervensi serius. Kita kan masih berkutat dengan istilah PSBB, jadi kita jangan pernah melihat puncak kalau tidak ada effort maksimum untuk mencegah kasus baru. Bagaimana mencegahnya? Ya jangan boleh ada kerumunan, keramaian seperti itu (aksi demonstrasi)," katanya.

"Kalau kita lihat dari semua negara yang sekarang lagi second wave, berarti first wavenya kan sempat turun, itu semua melakukan intervensi yang maksimal. India saja bisa melakukan intervensi 3 bulan, dengan jumlah penduduk yang 1,3 miliar. Kita 260 juta tidak bisa mengerem?," demikian Fajar Awalia Yulianto.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Ratusan Pati Naik Pangkat

Selasa, 02 Desember 2025 | 03:24

Pasutri Kurir Narkoba

Rabu, 03 Desember 2025 | 04:59

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Reuni 212 dan Bendera Palestina

Selasa, 02 Desember 2025 | 22:14

Warga Gaza Sumbang 1.000 Dolar AS untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 02 Desember 2025 | 05:03

UPDATE

ERP Mangkrak, Evaluasi Kadishub Syafrin Liputo!

Sabtu, 13 Desember 2025 | 04:07

Timnas Tersingkir Tragis

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:31

Dirut BSI Raih Sharia Banking Transformation Leader of the Year

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:14

Tak Benar Taman Nasional Way Kambas Dijual

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:04

Buka Posko Krisis Terpadu Mobil MBG Seruduk Siswa

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:01

Evakuasi Warga Pakai Helikopter

Sabtu, 13 Desember 2025 | 02:14

Saatnya Prabowo Reshuffle Besar-besaran Pasca Bencana Sumatera

Sabtu, 13 Desember 2025 | 02:04

Way Kambas Pilot Project Penjualan Karbon di Kawasan Taman Nasional

Sabtu, 13 Desember 2025 | 01:53

Mirza Agus Jenderal Doktrin dan Lapangan Lulusan Kopassus Kini Jaga Timur

Sabtu, 13 Desember 2025 | 01:33

Ketika Perpol Menantang Mahkamah Konstitusi

Sabtu, 13 Desember 2025 | 01:30

Selengkapnya