Berita

Presiden RI Joko Widodo/Net

Publika

Sumber Gaduh, Covid-19 Atau Jokowi?

SENIN, 05 OKTOBER 2020 | 09:59 WIB | OLEH: SYAFRIL SJOFYAN

KEMBALI Presiden Jokowi PHP kepada rakyatnya, seperti biasa tanpa permintaan maaf kepada rakyat. Presiden Joko Widodo mengklaim Indonesia telah mampu mengatasi persoalan pandemi Covid-19 selama tujuh bulan meski belum sempurna. Begitu disampaikan Jokowi melalui video yang diunggah di akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu malam (3/10).

Fakta data dari hari ke hari malah menunjukan kenaikan grafik pada gelombang pertama selama 7 bulan virus Covid-19 grafiknya naik terus masih maturity, belum ada tanda-tanda melandai alias decline. Negara lain sudah bersiap untuk gelombang kedua. Karena mereka sudah mencapai decline pada gelombang pertama.

Jika dicermati pada bulan Mei lalu dengan penuh keyakinan Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa pada bulan Juli grafik Covid di Indonesia akan mencapai puncaknya setelah itu akan melandai. Tidak tahu Jokowi dapat wejangan darimana. Sembari membandingkan kebijakan dengan negara lain bahwa Indonesia lebih baik daripada beberapa negara yang di-lockdown.

Staf Istana pakai data darimana ya. Sementara RRC tempat asal virus. Melakukan lockdown sedikit kejam kepada rakyatnya dikunci dari luar rumahnya di Kota Wuhan. Virus Covid-19 ketakutan. Tidak menyebar ke provinsi lain cukup di satu Orovinsi Hubei, Cina. Malah dengan cepat mereka pulih kembali. Korbannya jauh lebih kecil dari Indonesia. Rakyat kota Wuhan yang dilockdown asal Covid-19 sekarang sudah berparty ria, disco berjalan semalam suntuk.

Di Indonesia virus Covid-19 seperti meledek Presiden kita, menyebar ke lebih 9 provinsi. Jangankan melandai seperti ramalan Jokowi, grafik covid malah menaik. Kemudian tanpa sedikitpun penyesalan bahwa ramalannya tidak tepat. Jokowi kembali secara datar mengulang pernyataan bahwa Indonesia pada bulan Agustus akan mencapai puncaknya dan setelah itu akan melandai. Rupanya virus Covid-19 di Indonesia sangat bandel alias tidak patuh atas perintah Presiden kita. Malah semakin meningkat, sampai sekarang.

Tentunya Presiden Jokowi tidak bisa meradang marah kepada virus Covid-19 yang bandel tersebut yang dengan ganas telah memangsa korban jiwa  11.151 rakyat Indonesia (data 4/10), termasuk 130 orang Dokter.

Sebagai gantinya Jokowi memperagakan kemarahannya melalui media yang sudah dipersiapkan. Mungkin sebagai hiburan kepada rakyat. Sasaran marahnya adalah pembantu yang diangkatnya sendiri yakni para menterinya. Disertai dengan ancaman akan mereshufle kabinet. Heboh sebentar. Setelah para pembantunya terutama Menkes menyatakan anggaran Covid masih sangat sedikit digunakan karena dananya belum turun. Nah lho. Rupanya dihebohkan sendiri.

Rencana Reshufle mengancam para Menteri buyar. Hanya para relawan Jokowi sudah gatal dan mendesak-desak agar Jokowi melakukan pergantian Menteri. Berharap kebagian. Rakyat hanya bisa melongo menonton episode dagelan istana, dalam menutupi ketidak mampuan.

Tidak bisa marah kepada virus Covid-19 yang bandel dan suka meledek ramalan Jokowi. Sabtu (3/10) melalui video Jokowi klaim mampu atasi Covid-19, dengan sedikit memberi "ancaman" jangan bikin gaduh. Maksudnya kepada rakyat atau kepada virus Covid-19 yang selama 7 bulan ini sudah membuat gaduh seantero dunia.

Terutama Indonesia dibikin gaduh oleh Virus Covid-19 yang nakal sehingga di “lockdown” oleh 60 negara, tutup pintu terhadap kunjungan rakyat Indonesia. Menganggap Indonesia tidak serius memerangi sang jagoan virus Covid-19 tersebut. Keyakinan Jokowi mengklaim Indonesia telah mampu mengatasi persoalan pandemi Covid-19 karena telah belajar selama 7 bulan tentang kekuatan musuh sang Covid-19. Cukup lama tujuh bulan untuk belajar untuk naik kelas. Yang naik malah korban jiwa, sementara RRC cuma tiga bulan “the end” Virus Covid-19.

Rakyat sebenarnya ikut menyimak bahwa Jokowi. Sebelumnya Jokowi telah memberi perintah kepada Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) harus menekan virus Covid-19 di 9 provinsi dalam waktu dua minggu. Walaupun rakyat binggung juga perintah tersebut kepada sang Jenderal LBP dengan latar militer, bukan kepada Menkes.

Mungkin mau perang-perangan dengan virus. Mungkin mau dibombardir. LBP sang Menko "serba bisa" dengan bangga menyatakan sanggup menyelesaikan tugas Presiden (dua minggu diberikan batasan oleh atasannya) karena dia ahli memimpin punya lima tenaga ahli “jempolan” satu diantaranya lulusan kedokteran gigi dilanjut pendidikan di LN, empat lainnya tidak ada satupun terkait dengan dengan latar belakang kesehatan.

Hasilnya seperti sudah diperkirakan oleh Dr. Rizal Ramli, "sahabatnya" itu akan gatot alias gagal total, karena tanpa adanya perubahan strategi, cuma mengandalkan omongan doang. Dua minggu terlewati sang virus Covid-19 semakin berjaya merasa menang dari LBP.

Malah sebaliknya sang gurubesar Prof. Dr. Akmal Thaher dari UI yang punya keahlian dan brevet khusus ahli kesehatan, serta telah mengabdi berpuluh tahun di bidangnya menyatakan mundur dari Satgas Covid-19. Alasannya walahualam, yang pasti setelah Jokowi mengangkat LBP.

Presiden Jokowi seharusnya memarahi sang Menko  karena target dua minggu terlewati tanpa hasil, tanpa bisa menundukan dan keganasan virus Covid-19. Rupanya virus bandel dan suka ngeledek tersebut tidak takut sama sekali dengan gertakan opung. Akhirnya Jokowi menyatakan dalam video terbarunya, saya mengambil risiko untuk mengatasi pandemi Covid-19. Akankah Opung direshufle?

Kembali terngiang ucapan Jokowi di video terbaru tersebut jangan ada yang membuat kegaduhan, di hari yang sama Jenderal Purnawirawan Moeldoko sang petinggi KSP malah bikin kegaduhan. Membuat tidak nyaman rumah sakit dan para dokter dengan menuduh rumah sakit memperkaya diri. Membuat ketersinggungan RS dan para dokter yang digarda terdepan berperang dengan para tentara virus Covid-19.

Menurut Ketua Umum PB IDI, Daeng Faqih saat ini justru banyak rumah sakit yang belum mendapatkan hak pembayaran penanganan pasien. Mekanisme pemalsuan data pasien Covid-19 sulit dilakukan karena disertai hasil pemeriksaan laboratorium. Nah lo! Sopo bikin gaduh sang Menteri dan sang Covid -19.

Sebelumnya ada lagi menteri bikin gaduh dengan pernyataan sertifikasi ulama dan teroris yang bibitnya dari ulama good looking dan hafiz/hafal Al Quran. Lalu ada lagi Menteri yang bikin gaduh dengan akan menghilangkan pelajaran sejarah. Bahkan Ahok pun tiba-tiba muncul bikin kegaduhan di ladangnya sendiri Pertamina, sembari meledek kadrun dengan sinis sempat-sempatnya mengumbar kebencian lagi, entah apa hubungannya dengan kerugian BUMN terbesar milik rakyat tesebut. Tidak jelas.

Terbaru sebelum video Jokowi muncul, prajurit-prajurit tua patriot yang pernah berjasa mau tebar bunga pada peringatan hari kesaktian Pancasila. Heboh karena, dihalangi dengan pembatasan yang di ada-adakan per 30 orang, pada hal luasan Taman Makam Pahlawan luar biasa gedenya. Dibikin gaduh lagi dengan demo sewaan yang disuruh teriak-teriak dengan maki-makian.

Begitu juga deklarasi KAMI di berbagai daerah yang secara tertib mengurus perijinan dan pemberitahuan, dan melakukan protokol kesehatan, karena mereka juga tidak mau menjadi korban keganasan Covid-19. Malah dikuyo-kuyo dengan aksi tandingan dan kata-kata kotor penuh ujaran kebencian.

Di Surabaya aksi demo sewaan tersebut secara kasat mata malah dikawal dan bisa berpawai, di sertai sorak dan teriak orator. Yang pasti bukan orang gila. Jika saja pemerintah dan pihak yang berwajib paham konsitusi yang menjamin hak dasar dalam berdemokrasi. Heboh atau gaduh buatan tersebut tidak akan terjadi.

Begitu juga Deklarasi KAMI di berbagai daerah tersebut dibiarkan dengan pengawalan dan pengawasan social distancing, dipastikan tidak akan tergadi gaduh dan akan sepi dari pemberitaan. Lucunya dibuat heboh dengan aksi tandingan dan pembubaran tanpa dasar. Tentunya yang mendapat manfaat adalah KAMI, mereka semakin popular di mata rakyat. Iklan gratis buat KAMI tanpa sengaja diberikan oleh para antek sewaan pengunjuk rasa tandingan.

Nah siapa yang bikin gaduh? Pertanyaannya Jokowi mengingatkan siapa? Apa pihak pendukung sendiri? Apa dirinya? Fakta gaduh yang berdesakan di kolam renang dan berdesakan berdempet serta berdangdut ria pada saat kampanye pilkada, tidak mampu dibubarkan oleh KPU dan Bawaslu bahkan oleh pihak berwajib dibuat “tidak berdaya”, banyak gaduh akan terjadi selama kampanye.

Dari beberapa momen kampanye Pilkada tersebut berlangsung sangat gaduh. Tidak mengikuti protokol kesehatan. Melanggar UU Kekarantinaan Wilayah kerumunan luar biasa banyak, tidak akan ada yang bisa menghentikan.

Selain perintah Jokowi menunda Pilkada. Ataukah Jokowi “sengaja” melanggar UU. Karena Pilkada tersebut “dipaksakan” oleh Presiden Jokowi. Walaupun banyak pihak dan ormas besar seperti MUI, NU, Muhammadiyah minta Pilkada ditunda demi nyawa yang akan jadi korban. Di tengah pasukan virus Covid-19 yang akan berpesta meminta korban nyawa.
 
Membubarkan dan menghentikan acara KAMI sangatlah mudah, di Surabaya cukup dengan seorang polisi tanpa seragam. Mestinya Presiden Jokowi adalah penanggung jawab utama dari semua kegaduhan ini baik di dunia maupun di akhirat nanti. Jangan bikin gaduh kata Jokowi semestinya kepada dirinya sendiri. Bukan kepada Virus Covid-19 yang tidak akan pernah mendengar.

Episode akhir dari tulisan ini adalah, Jokowi merinci jumlah dana corona yang telah digelontorkan per sektor, dengan modal kalkulator sederhana via hp penulis menjumlahkan dapat angka Rp 174,86 triliun. Tidakkah dari awal Menteri Keuangan membuat anggaran corona sebanyak Rp 600 triliun lebih, lalu dalam waktu singkat anggaran dirubah menjadi Rp 900 triliun lebih. Kemana?

Apa bisa diawasi oleh DPR? Apa bisa diperiksa oleh BPK? Atau  apa bisa dituntut oleh KPK? Kalau mengacu kepada UU No. 2/2020 tentang Corona dengan imunitas pejabat dan kewenangan penuh yang diberikan oleh DPR. Jawabannya adalah. Tidak bisa. Tidak bisa dan tidak bisa.

Nah, saya mengamati, silakan anda simpulkan sendiri, seperti ucapan rutin Karni Ilyas di ILC.

Penulis adalah pengamat kebijakan publik, Sekjen FKP2B

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya