Berita

Ilustrasi

Politik

Vaksin Covid-19 Gratis Bagi Masyarakat Kurang Mampu, Pakar: Pastikan Dulu Akurasi Datanya

KAMIS, 24 SEPTEMBER 2020 | 14:44 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Pemerintah tengah gencar melakukan penanganan wabah Covid-19, salah satunya dengan percepatan pemenuhan kebutuhan vaksin.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir Erick menyebutkan, vaksinasi ditargetkan paling cepat bisa dimulai dilakukan akhir tahun ini.

Vaksinasi sendiri, kata Erick dilakukan dengan dua skema cara mendapatkan vaksin Covid-19 dari pemerintah, yakni melalui vaksin gratis diutamakan bagi masyarakat yang tidak mampu dan vaksin mandiri bagi masyarakat atau perusahaan yang mampu secara ekonomi untuk membeli vaksin.

Selain itu, Erick juga menargetkan pemerintah akan memberikan vaksin secara gratis kepada sekitar 93 juta orang dan memprioritaskan sebanyak 1,5 juta tenaga medis untuk mendapatkan vaksin Covid-19.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Zuliansyah memberikan dukungan pada orientasi kebijakan pemerintah yang disampaikan Erick Thohir untuk memastikan negara hadir dalam mendapatkan vaksin gratis.

Tetapi, harus merinci secara detail data penerima vaksin gratis maupun mereka yang berbayar.

“Menurut saya orientasi kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh Erick Thohir itu harus didetailkan sedemikian rupa, sehingga tujuan besar tadi bahwa negara harus hadir, negara akan memastikan bahwa semua orang mendapatkan vaksin itu bisa teralisasi,” ujar Zuliansyah kepada wartawan, Kamis (24/9).

Menurut Zuliansyah, untuk mengeksekusi atau membuat suatu kebijakan yang efisien harus berdasarkan data yang valid, atau pengambilan kebijakan berbasiskan fakta-fakta di lapangan.

“Artinya pemerintah harus firm betul angka 93 juta ini yang akan digratiskan. Kenapa saya menekankan ini, karena dalam membuat dan mengeksekusi kebijakan tanpa ada data yang valid atau tanpa berdasarkan pada evidence based policy nanti akan inefisien atau bahkan tidak efektif,” jelasnya.

Lanjutnya, pemerintah harus memastikan data jumlah penerima vaksin gratis sebanyak 93 juta itu terkonfirmasi dengan baik, data tersebut harus tervalidasi kemudian terintegrasikan dalam satu pintu agar tidak terjadi perbedaan data di lapangan.

“Pemerintah untuk awal itu harus memastikan dulu, bahwa validasi datanya itu memang semua instansi pemerintah punya data yang sama jangan sampai data 93 juta yang digratiskan ini tadi data BPJS itu, ternyata ketika kroscek di lapangan berbeda dengan data yang ada di pemerintah daerah misalnya seperti itu” urainya.

Selain itu, Zuliansyah juga meminta pemerintah membuat implementasi, skenario dan desain distribusi vaksin akan seperti apa. Sehingga minimal ke depan tidak terjadi perdebatan dengan data penerima vaksin.

“Jadi harapannya adalah pada saat itu dilakukan kita tidak lagi atau minimal kita minim mendengar perdebatan riuh, debat di publik ketika pemerintah mengeluh data yang beda dan sebagainya, kita mulai harus menyiapkan evidence yang baik, memvalidasi, mengintegrasikanya dan terus mengupdate data itu, kemudian itu sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan,” bebernya.

Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E. Halim menilai kebijakan pemerintah yang akan memberikan vaksin Covid-19 gratis bagi masyarakat tidak mampu menjadi bukti kehadiran negara.

“Rencana pemerintah yang akan memberikan secara gratis Vaksin Covid-19 kepada warga yang tidak mampu perlu diapresiasi karena telah sesuai dengan amanat Undang-undang dan sebagai bukti kehadiran negara,” ujar Rizal

Rizal menyampaikan, warga negara memiliki hak atas kesehatan sebagaimana tertuang dalam pasal 12 (2) huruf d Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Namun demikian, kata Rizal, pemerintah juga harus memastikan bahwa vaksin Covid-19 yang akan diberikan kepada masyarakat miskin tersebut penyalurannya bisa efektif agar jangan terjadi seperti kasus bantuan sosial sebelumnya.

“Data pusat harus diverifikasi terlebih dahulu oleh RT/RWnya yang memahami kondisi ekonomi warganya,” pungkasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya