Berita

Venezuela/Net

Dunia

Membedah Laporan Misi Pencari Fakta Dewan HAM PBB Soal Venezuela Yang Penuh Kejanggalan

SENIN, 21 SEPTEMBER 2020 | 11:27 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Setahun yang lalu, 17 September 2019, melalui resolusi 42/25, Dewan Hak Asasi Manusia PBB membentuk Misi Pencari Fakta Independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di Venezuela.

Resolusi tersebut didukung oleh Argentina, Australia, Austria, Bahama, Brasil, Bulgaria, Republik Ceko, Chili, Kroasia, Denmark, Slovakia, Spanyol, Hongaria, Irlandia Utara, Islandia, Italia, Jepang, Peru, Inggris, hingga Ukraina. Namun, ditolak oleh Venezuela pada Desember 2019.

Republik Bolivarian menegaskan, kerja sama antara Dewan HAM PBB dilakukan melalui Kantor Komisaris Tinggi yang dibuka di Venezuela dan dipimpin oleh Michelle Bachelet.

Bahkan, kerja sama tersebut tertuang dalam Surat Kesepahaman yang ditandatangani pada September 2019, sesuai dengan ketentuan Resolusi A/HRC/42/4, yang diadopsi oleh Dewan HAM pada sidang tahunan ke-42.

Namun begitu, Misi Pencari Fakta Internasional Independen yang dibentuk PBB tetap membuat laporannya secara jarak jauh. Meski Kantor Komisaris Tinggi juga melakukan hal yang sama.

Dua laporan terkait situasi HAM di Venezuela tersebut memiliki hasil yang berbeda. Di mana laporan dari Misi Pencari Fakta Internasional Independen memiliki beberapa ketidakkonsistenan.

Tim peneliti dan analis Mision Verdad telah melakukan peninjauan rinci atas laporan tersebut dan terdapat beberapa hal yang menonjol.

Bertujuan Lemahkan Legitimasi Pemilu Yang Akan Datang

Dimuat Orinoco Tribune pada Minggu (20/9), laporan tersebut penuh tujuan politis. Pertama, laporan itu dirilis menjelang pemilihan parlemen di Venezuela yang digelar pada Desember 2020.

"(Laporan) itu diratifikasi oleh International Contact Group yang diorganisir oleh Uni Eropa (UE) untuk menangani krisis politik di Venezuela dan, setelah dipublikasikan, UE telah meratifikasi posisinya untuk tidak mengamati dan menyertai pemilihan berikutnya di negara itu (Venezuela)," tulis Mision Verdad.

UE berdalih, ketidakikutsertaannya menjadi pengamat atau observer dalam pemilu Venezuela adalah kurangnya waktu untuk mengatur misi. Padahal, undangan telah diberikan berbulan-bulan sebelumnya.

Namun saat ini, berdasarkan laporan tersebut, misi tiga bulan yang dibuat untuk mengamati pemilu oleh UE tidak dilakukan karena kondisi HAM di Venezuela yang tidak memungkinkan.

Selanjutnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), Luis Almagro mengatakan, berdasarkan laporan dari Misi Pencari Fakta, pemilu Venezuela tidak boleh digelar.

"Meskipun UE telah membuat negosiasi terbuka untuk kemungkinan observasi dan ratifikasi pemilihan parlemen, kebijakan luar negerinya sekali lagi berpihak pada agenda Amerika Serikat yang mengupayakan kelangsungan krisis politik di Venezuela," lanjut Mision Verdad.

Tanpa adanya pengakuan legitimasi pemilu, tim Mision Verdad mengatakan, krisis politik Venezuela akan abadi setidaknya selama lima tahun ke depan.

Kriminalisasi Para Pejabat Tinggi Venezuela

Laporan tersebut juga kemudian menyoroti dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan dengan sadar oleh Presiden Nicolas Maduro dan pemerintahannya.

Selain itu, laporan itu juga menggabungkan hal-hal lain seperti keputusan Jaksa Agung AS, William Barr berbulan-bulan lalu untuk menangkap Maduro serta beberapa petinggi negara lainnya karena dianggap sebagai dalang "terorisme narkoba".

"Tujuannya adalah untuk membuat catatan jangka panjang yang salah untuk non-resep kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini tidak memiliki tujuan lain selain untuk menciptakan preseden pseudo-legal dengan maksud kriminal terhadap otoritas Venezuela," papar Mission Verdad.

Tidak Ada Pemeriksaan Silang Atas "Fakta" Yang Didapatkan

Fakta-fakta dalam laporan dari Misi Pencari Fakta tersebut pada dasarnya dipertanyakan.

Laporan tersebut merujuk wawancara dengan para aktor politik anti-Chavista dan tidak dilakukan di lapangan. Selain itu tidak ada pemeriksaan silang atas kesaksian tersebut, terlebih mereka tidak berada di Venezuela.

Misalnya dalam poin 41, 42, dan 43 bagian pertama laporan tersebut, Mission Verdad menemukan beberapa kekurangan metodologis.

Dalam tiga poin tersebut, Misi Pencari Fakta menetapkan, perampasan kebebasan individu tertentu telah didasarkan pada skema penganiayaan terhadap ide dan pendapat politik, menutupi partisipasi mereka dalam tindakan keributan publik, pelanggaran hak asasi manusia, serangan terhadap kelembagaan dan pesanan publik.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 7 Statuta Roma di mana premis dasar dari kejahatan kemanusiaan adalah "pemusnahan", yang dipahami sebagai tindakan yang disengaja yang berusaha untuk secara progresif menghilangkan populasi karena afiliasi politik, etnis, atau agama.

"Sangat keliru untuk membayangkan bahwa di Venezuela ada praktik umum untuk memusnahkan sektor politik atau sosial," lanjut Mission Varda.

Dan jika merujuk pada premis Misi Pencari Fakta, seharusnya pemerintah Venezuela menganiaya tokoh-tokoh oposisi untuk menutupi serangkaian tindakan yang merusak perdamaian negara yang membutuhkan tanggapan dari pasukan keamanan.

Kemudian pada poin 262, disebutkan bahwa misi menemukan alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa penahanan sewenang-wenang digunakan untuk menyerang orang karena afiliasi politik, partisipasi, pandangan, pendapat, atau eksperisi mereka selama periode peninjauan.

Namun dalam laporan itu sendiri muncul ketidakkonsistenan karena masyarakat tidak ditahan karena pendapat ataupun sudut pandang mereka. Melainkan keterlibatan mereka dalam operasi kudeta dan pelanggaran stabilitas internal yang membuat ratusan warga sipil tak berdosa menjadi korban.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

UPDATE

Menag Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji di Arab Saudi

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:05

Baru Kantongi 100 Ribu KTP, Noer Fajriensyah Ngebet Maju Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:02

Politikus Perempuan di DPR Diprediksi Bertambah 10 Orang

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:29

PDIP Tancap Gas Godok Nama-Nama Calon di Pilkada 2024

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:26

Pemprov DKI Tak Serius Sediakan TPU di Kepulauan Seribu

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:00

Subholding Pelindo Siap Kelola Area Pengembangan I Bali Maritime Tourism Hub

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:40

Ridwan Kamil-Bima Arya Berpeluang Dipromosikan 3 Parpol Besar di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:32

DPRD DKI Terus Dorong Program Sekolah Gratis Direalisasikan

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:24

Buku "Peta Jalan Petani Cerdas" Panduan Petani Sukses Dunia Akhirat

Senin, 06 Mei 2024 | 23:59

Popularitas Jokowi dan Gibran Tetap Tinggi Tanpa PDIP

Senin, 06 Mei 2024 | 23:11

Selengkapnya