Berita

Protes anti-lockdown di Inggris yang berujung bentrokan dengan petugas keamanan/Net

Dunia

Protes Anti-Lockdown Di Inggris Berujung Bentrok, 32 Orang Demonstran Ditangkap

MINGGU, 20 SEPTEMBER 2020 | 08:36 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Unjuk rasa anti-lockdown di London, Inggris berujung bentrokan antara aparat dengan demonstran.

Sebanyak 32 orang ditangkap dalam aksi protes menolak tindakan penguncian yang bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus corona baru (SARS-CoV-2).

Sebelumnya, pada Sabtu (19/9), lebih dari seribu orang berkumpul di Trafalgar Square. Pada saat yang sama, Perdana Menteri Boris Johnson tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan kembali beberapa pembatasan ketat di seluruh Inggris.

Sembari membawa spanduk bertuliskan "Covid is a hoax" dan "My body, my choice: No to mandatory marks", para pengunjuk rasa berteriak ke arah polisi.

"Pilih sisi Anda!" teriak mereka, seperti dikutip Reuters.

Beberapa pengunjuk rasa juga menyuarakan penantangannya terhadap skema vaksin wajib karena tidak percaya pada pemerintah, media, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Para polisi sendiri mengatakan, para pengunjuk rasa telah diperintahkan untuk meninggalkan pusat kota Londn tersebut karena dapat membahayakan diri mereka dan orang lain.

“Ini, ditambah dengan kantong permusuhan dan pecahnya kekerasan terhadap petugas, berarti kami sekarang akan mengambil tindakan penegakan hukum untuk membubarkan mereka yang masih berada di daerah tersebut,” kata Kepolisian Metropolitan London dalam sebuah pernyataan.

Di bawah undang-undang yang diberlakukan untuk memperlambat penyebaran infeksi, orang-orang di Inggris tidak diizinkan berkumpul dalam kelompok yang terdiri lebih dari enam orang.

Ada pengecualian untuk protes politik, tetapi hanya jika penyelenggara mengikuti pedoman untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit.

Penyelenggara protes anti-lockdown sebelumnya telah didenda hingga 10 ribu pound.

Sejauh ini, Inggris merupakan negara dengan angka kematian akibat Covid-19 tertinggi di Eropa, yaitu 41 ribu orang meninggal dunia.

Dalam beberapa waktu terakhir, beberapa bagian Skotlandia, Wales, dan Inggris utara mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang membuat pemerintah lokal memberlakukan pembatasan terbatas.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya