Berita

Ilustrasi kotak suara/Net

Suluh

Persoalan Besar Bangsa Ini Bernama Demokrasi Kriminal

KAMIS, 03 SEPTEMBER 2020 | 10:14 WIB | OLEH: RUSLAN TAMBAK

Salah satu persoalan atau masalah besar di negeri tercinta ini ada pada bidang politik.

Yaitu, kengototan rezim berkuasa untuk mempertahankan presidential threshold dalam UU Pemilu, padahal sudah ada parliamentary threshold.

Presidential treshold atau ambang batas pendaftaran presiden sebesar 20 persen dinilai membuat ruang-ruang demokrasi dibatasi.


Persyaratan ambang batas hanya menjadi alat untuk memaksa calon presiden untuk membayar upeti kepada partai politik. Hal ini juga berlaku pada calon gubernur, bupati dan walikota di daerah.

Mahar upeti itu bukan angka main-main, dan saat ini sudah bergeser kepada kriminal, yaitu pemerasan.

Di Indonesia, tokoh bangsa Dr. Rizal Ramli mengatakan, untuk calon bupati atau walikota harus mengeluarkan Rp 10 miliar sampai Rp 50 miliar, calon gubernur Rp 50 miliar hingga Rp 200 miliar, dan calon presiden Rp 1 triliun sampai Rp 1,5 triliun.

Angka-angka gede itu hanya untuk membayar upeti kepada partai-partai.

Belum lagi cost untuk alat peraga kampanye, sosialisasi ke lapangan, dan uang saksi. Dan akan membengkak lagi, kalau sang calon menyiapakan serangan fajar berupa amplop dan sembako.

Kembali ke presidential threshold. Adapun alasan pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden untuk menghindari banyaknya kontestan, dinilai tidak masuk akal.

Seberapa banyak pun pasangan capres-cawapres, akan tersaring secara otomatis pada putaran kedua.

Dua pasangan yang memperoleh suara terbanyak akan kembali maju. Dan yang memperoleh suara 50 persen plus satu adalah pemenangnya.

Kalau presidential threshold tetap dipertahankan, ini hanya keuntungan bagi cukong-cukong politik untuk menguasai partai politik.

Rakyat dan bangsa akan merugi. Demokrasi digunduli. Dan inilah namanya, demokrasi kriminal.

Rencananya, akan banyak tokoh yang kembali menggugat UU Pemilu tentang presidential treshold ke Mahkamah Konstitusi. Karena dianggap melanggar UUD NRI 1945 Pasal 6A ayat 2.

Yang sudah menyatakan diri mengajukan judicial review ke MK adalah, Zainal Arifin Mochtar dan Rocky Gerung.

Semoga rezim yang berkuasa khususnya yang mulia hakim kontitusi bisa mempertimbangkan, memperjuangan, dan menyelematkan demokrasi Indonesia.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya