Berita

Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamid/Net

Politik

Pengamat: Munculnya KITA Dan KAMI Tandingan Cara Klasik Rezim Otoritarian

SABTU, 22 AGUSTUS 2020 | 09:58 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Kemunculan Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) yang diklaim sebagai gerakan moral oleh sejumlah tokoh yang dulu mendukung Joko Widodo-Maruf Amin di Pilpres 2019 dinilai sebagai cara yang digunakan rezim otoriter.

Begitulah pandangan yang disampaikan Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamid, karena melihat Gerakan Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) dibully oleh pendukung dan simpatisan pemerintah, yang menurutnya berkaitan dengan KITA.

"Menurut saya cara-cara seperti ini adalah cara klasik rezim otoritarian. Soeharto kala itu sering melakukan cara-cara seperti ini dan sangat disayangkan jika praktik tersebut berlangsung di era Jokowi," ujar Abdul Hamid kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (22/8).


Sebelum KITA, sebelumnya ada KAMI tandingan dengan nama Koalisi Aksi Milenial Indonesia (KAMI).

Seharusnya, menurut Abdul Hamid, pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak mengkonfrontir gerakan KAMI dengan gerakan lain yang secara backgrond pernah mendukung dirinya di Pilpres 2019 silam.

Sebab sebelumnya, Jokowi telah menyatakan diri tidak anti kritik dan mengedepankan asas hak bersuara rakyat. Sebagai contoh dari prinsipnya tersebut, Kepala Negara memberikan tanda kehormatan kepada Pendiri Partai Gelora Fahri Hamzah dan politisi Partai Gerindra Fadli Zon.

"Jokowi jika benar-benar seperti ucapannya saat pemberian anugerah kepada Fachri Hamzah dan Fadli Zon, menghargai demokrasi dan perbedaan, maka harus bisa mengendalikan bawahan dan pendukungnya agar tidak kontra produktif," ungkapnya.

Dengan demikian, Cak Hamid sapaan akrabnya berpendapat, kehadiran KAMI harus dipandang sebagai bentuk kepedulian sebagian anak bangsa terhadap negerinya.

"Jadi responlah perbedaan sebagai hal biasa, sangat lumrah dan itu sunnatullah. Buanglah jauh cara-cara stigmatif, jika tak mendukung maka HTI. Jika memprotes kebijakan Jokowi karena sakit hati, tidak diakomodir dan lain-lain," ucapnya.

"Simplikasi seperti itu membahayakan jika terus-terus dilakukan. Karena akhir-akhir ini banyak juga ormas-ormas ke-Islaman yang menolak kebijakan pemerintah semisal NU dan Muhammadiyah dalam beberapa kesempatan kemudian distigma karena tidak kebagian jatah? Sangat berbahaya sekali," demikian Abdul Hamid.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya