Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Mengekor Kebijakan Trump, Pengamat Tiongkok Sebut Australia Sedang Menjilat AS

SELASA, 04 AGUSTUS 2020 | 11:28 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Langkah pemerintah Australia meluncurkan penyelidikan terhadap aplikasi TikTok mendapat kritikan pedas dari pengamat China, mereka menyebut negara itu tengah menjilat Amerika Serikat dengan ikut sejumlah kebijakan AS untuk menekan China dengan menjelek-jelekkan China sebagai ancaman.

Menurut media Australia, negara itu melakukan penyelidikan karena curiga aplikasi TikTok dapat menimbulkan risiko bagi privasi pengguna atau bahkan keamanan nasional, sama seperti yang dilakukan AS. Tetapi para pejabat AS telah memberikan sedikit bukti untuk klaim mereka tentang TikTok kecuali menunjuk ke negara asalnya, yaitu China.

Pengguna aplikasi TikTok Australia yang diwawancarai oleh Global Times mengatakan bahwa pada awalnya mereka tidak menyadari bahwa aplikasi itu adalah milik perusahaan China sampai laporan tentang larangan aplikasi AS berkembang luas. Pengawasan ekstra dan kemungkinan pelarangan platform berbagi kehidupan jelas didorong oleh politik dan ini tidak sehat untuk apa yang diperjuangkan pasar bebas Australia.

Direktur Pusat Studi Australia di Universitas Normal China Timur di Shanghai, Chen Hong mengatakan bahwa Canberra berulang kali mengklaim kemerdekaan dalam pengambilan keputusan dalam diplomasi, tetapi dari waktu ke waktu mereka harus menyerah kepada tekanan pemerintahan Trump. Chen memperingatkan bahwa meskipun negara itu menjadi sekutu AS, Australia tidak boleh mengorbankan hubungan dengan China, mitra strategis komprehensif Australia, seperti dikutip dari GT, Senin (3/8).

Chen mencatat bahwa penindasan politis terhadap hiburan dan aplikasi media sosial seperti TikTok bertujuan untuk menekan dan menghancurkan perkembangan China dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dan untuk menahan pengaruhnya.

Ini bukan pertama kalinya Australia berupaya membatasi perusahaan teknologi China. Baru-baru ini mereka juga mengecualikan China Technologies Huawei dari jaringan 5G negara itu, lagi-lagi mengikuti jejak AS.

Chen mengatakan tujuan lain dari tindakan sekutu-sekutu ini adalah untuk menciptakan citra jahat China yang dicitrakan sebagai ancaman.

Sejak 2017, Australia telah mendukung dan bahkan mempelopori strategi anti-China AS dalam berbagai contoh atas nama kekhawatiran keamanan nasional. Namun, Chen menunjukkan bahwa dalih keamanan nasional sepenuhnya tidak sesuai dalam penganiayaan mereka terhadap TikTok.

TikTok saat ini menjadi aplikasi paling populer di kalangan anak muda dan telah memiliki lebih dari 1,5 juta unduhan di Australia. Investigasi pemerintah juga memicu ketidakpuasan di antara penduduk setempat.

Seorang pria Australia yang mengaku bernama Paul mengatakan bahwa dia menonton klip TikTok selama perjalanan panjang untuk menghabiskan waktu. “Banyak konten yang sangat lucu dan saya sangat menikmati melihat konten yang dibagikan orang,” katanya.

Paul mengatakan banyak orang Australia tidak tahu TikTok adalah perusahaan China sebelum Trump memutuskan untuk melarangnya dan ini merupakan bentuk politisasi, katanya.

“Negara-negara mengklaim bahwa mereka bebas tetapi berusaha untuk membungkam sebagian populasi karena tidak sesuai dengan narasi ideologis tertentu. Itu telah terjadi sebelumnya dan itu jelas akan terjadi lagi,” kata Paul.

Warga Australia Tionghoa Du Jiafeng yang tinggal di Sydney mengatakan hal itu sebagai sesuatu yang cukup konyol, merujuk pada gesekan politik memengaruhi setiap aspek kehidupan, bahkan hal sepele seperti TikTok.

“Australia telah bersuara bahwa mereka mendukung "inklusivitas" dan "kebebasan," tetapi melakukan sebaliknya,” kata Du.

Tak hanya TikTok, aplikasi China lainnya, WeChat, yang digunakan oleh lebih dari 2 juta warga Australia, dilaporkan sedang dalam pengawasan oleh Departemen Dalam Negeri Australia.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya