Berita

Korea Selatan akan melikuidasi aset perusahaan Jepang, Nippon Steel, karena tidak membayar kompensasi pada para korban kerja paksa/Net

Dunia

Tak Juga Bayar Kompensasi Korban Kerja Paksa, Aset Nippon Steel Jepang Terancam Dilikuidasi Korsel

SELASA, 04 AGUSTUS 2020 | 11:24 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Sejarah perselisihan hubungan antara Jepang dan Korea Selatan selama berdekade-dekade lalu masih belum usai. Pengadilan Korea Selatan telah memutuskan untuk melikuidasi aset yang disita dari sebuah perusahaan Jepang karena terlibat dalam kerja paksa pada masa pendudukan.

Perusahaan Jepang tersebut adalah Nippon Steel atau yang sebelumnya dikenal sebagai Nippon Steel & Sumitomo Metal.

Bulan lalu, Pengadilan Distrik Daegu menerbitkan surat panggilan untuk Nippon Streel karena mengabaikan putusan pengadilan untuk memberikan kompensasi pada para korban kerja paksa semasa pendudukan Jepang 1910 hingga 1945.

Melansir Korea Herald, pengadilan telah menetapkan Selasa (4/8) sebagai tenggat waktu pemberitahuan publik terkait gagalnya seorang terdakwa memenuhi putusan. Artinya, pengadilan memiliki dasar hukum untuk melikuidasi aset, sesuai dengan keputusan persidangan tahun lalu.

Nippon Steel memiliki waktu hingga 11 Agustus untuk mengajukan banding. Jika tidak mengajukan banding, pengadilan dapat melanjutkan penjualan aset yang disita untuk mencairkannya untuk diberikan kepada para korban.

Aset yang dimaksud adalah 81.075 saham senilai sekitar 405 juta won.

Dalam persidangan Januari tahun lalu, Pengadilan Pohang telah memerintahkan Nippon Steel untuk membayar 100 juta won sebagai kompensasi kepada empat warga Korea selama Perang Dunia II.

Hasil putusan tersebut dikirim ke Kementerian Luar Negeri Jepang yang kemudian dikirimkan kembali ke Korea Selatan tanpa memberikan tanggapan.

Menanggapi keputusan pengadilan untuk melikuidasi aset Nippon Steel, Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso mengatakan pihaknya akan memberikan respons.

“Ini jelas melanggar hukum internasional itu adalah sikap kami, " ujar Aso, yang juga menteri keuangan Jepang, mengatakan kepada wartawan pada konferensi pers pada Selasa.

"Jika aset (Jepang) disita, kami tidak punya pilihan selain merespons, jadi kami harus menghindarinya," pungkasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya