Barang-barang dipsoting di Facebook untuk ditawarkan sebagai barter dengan kebutuhan lainnya/Net
Kesulitan ekonomi yang dihadapi Lebaonon, semakin menghimpit. Di tengah keputusasaan, warga Libanon mulai mencari bantuan. Masyarakat memanfaatkan media online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Berjualan online? Tidak juga. Pembelian saat ini tidak bisa diharapkan. Uang menjadi sesuatu yang langka. Juga tidak ada orang atau organisasi yang bisa 'memberi'. Kegiatan online yang bisa diharapkan saat ini adalah kegiatan barter.
Seseorang bertukar roti dengan obat, misalnya. Atau gaun pengantin ditukar dengan popok atau susu.
Kekacauan di Timur Tengah menjadikan Lebanon sebagai negara yang terhempas keras dalam krisis ekonomi terburuk sejak perang saudara 1975-1990. Dekade salah urus ekonomi dan korupsi, ditambah dengan dampak pandemik Covid-19, Lebanon berada pada masa suram yang menyerupai Venezuela: kekurangan akut produk dan layanan penting, dan meningkatnya pelanggaran hukum.
Juga tidak ada tanda bahwa seluruh dunia akan datang untuk menyelamatkan. Pembicaraan enam minggu antara pemerintah dan Dana Moneter Internasional untuk mendapatkan pinjaman 10 miliar dolar AS telah terhenti.
Menunggu ekonomi membaik adalah hal yang terlalu lama sementara kodisi sudah begitu darurat.
Sekelompok anak muda akhirnya membentuk Grup Facebook Lebanon Barters. Salah satu upaya mewadahi orang untuk bertukar barang-barang penting satu sama lain.
"Kami tidak mengemis untuk mencukupi kebutuhan mereka, menggunakan orang miskin untuk mendapatkan sumbangan, tidak" kata pendiri kelompok itu Hassan Hasna, dikutip dari
TRT.
"Ada cara yang lebih membanggakan, kami mencoba melakukannya," ujarnya lagi.
Dalam waktu kurang dari dua bulan, keanggotaan grup telah meningkat menjadi hampir 19.000, dengan orang-orang menawarkan segalanya dari tembakau hookah, atau gaun pengantin dengan imbalan susu atau popok.
Di bagian komentar postingan, orang-orang mendiskusikan sesuatu yang bisa mereka tukar sesuai dengan yang mereka butuhkan. Selanjutnya mereka bisa bertemu untuk menyelesaikan pertukaran itu.
Hasna, adalah warga Lebanon-Kanada. Ia kembali ke Lebanon satu setengah tahun yang lalu setelah berada di luar negeri selama tiga dekade. Namun, saat iaa kembali, negaranya dalam kondisi yang buruk.
Lebanon mulai berubah drastis sejak September tahun lalu ketika ketidakpuasan tumbuh menjadi revolusi rakyat. Saat itulah Hasna bekerja sama dengan seorang teman untuk menawarkan bantuan dengan mengumpulkan sumbangan untuk keluarga yang membutuhkan dan merawat anak-anak.
Namun, karena pembatasan pada bank diperketat. Akhirnya Hasna memikirkan mendahulukan kebutuhan mendesak seperti makanan dan obat-obatan.
Pada bulan Mei, transfer dari luar negeri yang banyak diandalkan semakin menyusut dan hanya dikeluarkan dalam liras Lebanon yang didevaluasi, bukan dolar. Inilah titik krisis Lebanon.
“Jadi apa yang saya lakukan dengan orang-orang yang akan saya bantu? Apa yang saya lakukan dengan orang yang meminta sumbangan, makanan, susu bayi?" ujar Hasna menyesali.
“Persediaan semakin menipis. Orang-orang hampir tidak bisa bertahan hidup," kata Hasna.
Dalam berita lain menyoroti bagaimana warga Lebanon yang menghadapi titik kecemasan akut hingga akhirnya memilih bunuh diri. Namun, banyak dari mereka yang tetap bertahan walau kesulitan membuat mereka sesak napas.
Keinginannya untuk bisa membantu sesama akhirnya membuat Hasna memutuskan mancari solusi yang bisa dilakukan semua orang di saat uang menjadi benda paling langka, barter.
“Pada 2009, saya berada di Kandahar, dan saya melihat orang-orang bertukar makanan, roti ditukar dengan susu, atau susu untuk sayuran. Mereka sama sekali tidak menggunakan uang,†kata Hasna.
“Jadi saya membuat grup dan memberi tahu orang-orang apa pun yang Anda miliki, memiliki nilai. Bahkan jika Anda tidak memiliki barang untuk dibarter, maka jasa Anda dapat dibarter. Misal, Anda seorang tukang cukur, tukang kayu, tukang las, maka Anda akan menerima bayaran sesuai apa yang Anda butuhkan," jelas Hasna.
Ada beberapa anggota yang berpartisipasi dalam kelompok tersebut bukan karena putus asa, tetapi karena ingin memberikan barang-barang yang mungkin tidak lagi mereka gunakan. Hasna tetap menekankan agar mereka melakukan barter dan menukarnya dengan barang-barang lain yang mungkin mereka butuhkan.
"Tujuan utama saya adalah kemanusiaan, dan membantu menjaga agar rakyat Lebanon tetap maju. Serta menjaga martabat mereka," kata Hasna.