Berita

Ubaidillah Amin Moch/RMOL

Publika

Tentang Politik Nusantara

SENIN, 20 JULI 2020 | 23:16 WIB

SEORANG politisi tak ubah dan selayaknya mampu menjadikan dirinya menjadi seorang yang tega, jangan pernah terjun ke dunia politik jika kita mencoba membranding diri kita sebagai orang yang tidak tega. Nah di sini banyak orang yang mengartikan tega itu melakukan cara apapun untuk menggapai hasrat politiknya.

Seharusnya yang menjadi bahan koreksi, definisi tega bagi adalah tega menghabiskan waktu hanya untuk menyusun sebuah strategi (yang baik), tega mengorbankan waktu untuk keluarganya, dan tega berbagi rezeki dengan yang lainnya (tidak rakus).

Dalam definisi politik secara umum, capaian dari politik itu adalah kekuasaan dan materi. Kekuasaan manusia itu tidak ada yang abadi dan selalu ada batasnya entah itu karena ada sistem pemilihan, dijatuhkan, ataupun sang pemilik kekuasaan meninggal.

Prinsipnya ketika kita sedang berkuasa ataupun berada di lingkaran kekuasaan hendaknya kita sebagai orang Indonesia memiliki prinsip-prinsip dam budaya berpolitik sendiri tanpa harus mengadopsi budaya kekuasaan dari negara lain.

Terkadang prinsip politik negara lain banyak bertentangan dengan kemajemukan kita sebagai sebuah bangsa yang berketuhanan, penuh nilai gotong royong, bermusyawarah untuk mencapai mufakat dan beradab, serta memberikan keadilan bagi seluruh rakyatnya dalam berbagai sektor.

Apabila kita tidak mampu mewujudkan sebagaimana hal di atas, tentu terlalu besar harga yang harus dibayar jika akhirnya terpupuslah rasa persatuan kita sebagai warga negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam butir Pancasila.

Bisa dibayangkan Alangkah eloknya apabila seseorang yang sedang berkuasa itu mampu mengejawantahken prinsip-prinsip kekuasaan Majapahit yang memiliki banyak korelasinya dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Prinsip dan nilai itu pasti tidak jauh berbeda dengan kerajaan di nusantara lainnya.

Prinsip - prinsip naskah kepemimpinan raja jawa (majapahit) sebagai mana tertuang dari berbagai sumber kajian diantaranya: Wijaya yang berarti seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan karena hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan.

Selain itu, Mantriwira yang artinya seorang pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun. Nilai kepemimpinan lainnya yakni Natangguan yang artinya seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan.

Nilai kepemimpinan lainnya, Satya Bakti Prabu yang memiliki makna seorang pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa.

Yang tak kalah penting Wagmiwak yang berarti seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah semangat masyarakatnya.

Masih banyak nilai kepemimpinan Raja Jawa Majapahit yang bisa disarikan sebagai prinsip seorang pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya.
 
Sudah sepatutnya pula ketika seseorang tersebut telah selesai masa berkuasanya hendaknya mampu menjadi seorang negarawan.  Memberikan kesempatan kepada penerusnya dan memberi masukan dengan tata cara yang baik dan beradab.

Jika para penguasa membiasakan cara demikian, maka sosok mantan penguasah itu akan semakin dihormati dan dihargai oleh masyarakat yang pernah dia pimpin.

Ajarkan kepada masyarakat nilai-nilai kebangsaan. Seorang mantan penguasah harus membuang keinginan untuk mencapai kekuasaan kembali atau meruntuhkan kepemimpinan yang sedang berjalan.

Kata seorang bijak cendikia, “Manfaatkan sebaik mungkin jika dirimu sedang berada di lingkaran kekuasaan, jangan pernah melakukan hal-hal yang keluar dari peraturan, dan investasi yang paling sangat berharga ketika kau di lingkaran itu adalah investasi sosial, tak usah kau harapkan hasil dari investasimu itu. Kalau investasimu itu kelak tidak bisa kau petik buahnya berarti belum rejekimu, tak perlu kau marah dan menuntut itu. Buang sejauh mungkin sifat dendam dihatimu, Percayalah Tuhan itu tidak akan tertukar dalam memberikan rejekinya”

Nasihat ini sangatlah mendalam. Apabila semua orang berusaha keras menghayati petuah tersebut maka akan lahir seorang penguasa yang tidak tamak, berkomitmen total menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ubaidillah Amin Moch
Penulis adalah Intelektual Muda NU

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya