Berita

Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok/Net

Dunia

Tunduk Kepada AS Dan Memilih Melukai China, Memangnya Inggris Siap Terima Resikonya?

SABTU, 18 JULI 2020 | 06:03 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Inggris telah mengambil sikap mengikuti titah Amerika Serikat dengan menghapus Huawei. Ketika keputusan tersebut diambil, artinya Inggris telah siap dengan segala resiko yang bakal dihadapinya. Namun, benarkah Inggris telah benar-benar siap, termasuk kehilangan kepentingan bisnisnya dengan China?

Inggris pun ikut-ikutan menuding Huawei sebagai ancaman keamanan nasional. Padahal hal ini telah berulang kali disangkal oleh Huawei.

AS telah melarang Inggris membeli peralatan telekomunikasi 5G dari Huawei setelah 31 Desember. Selanjutnya, operator juga harus mencopot seluruh peralatan telekomunikasi 5G Huawei dari jaringannya, maksimal per 2027.


Peneliti di Institut Studi Eropa Akademi Ilmu Sosial Tiongkok,  Zhao Junjie, dalam artikelnya menguraikan, bahwa saat ini China sedang mengevaluasi perkembangan dari keputusan Inggris tersebut. China juga akan menyiapkan beberapa langkah balasan untuk melindungi hak-hak dan kepentingan sah perusahaan-perusahaan China.

“Beberapa opsi telah disiapkan China. Di antaranya, China dapat meminta perusahaan untuk merevisi investasi mereka di Inggris. Dengan tindakan diskriminatif yang dilakukan Inggris, tentu akan menimbulkan berbagai pertanyaan dari negara-negara lain: apakah negara tersebut dapat menyediakan lingkungan bisnis yang terbuka, adil, dan tidak diskriminatif bagi perusahaan dari negara lain?” tulis artikel yang tayang pada GT, Jumat (17/7) itu.  

Inggris adalah tujuan investasi terbesar China di Eropa. Jika beberapa perusahaan China, terutama perusahaan milik negara, menarik kembali investasi dan menjual asetnya di Inggris, ini dapat diikuti oleh perusahan lainnya. Maka, akan lebih banyak perusahaan China, juga bisnis negara-negara Asia lainnya untuk mempertimbangkan kembali rencana mereka berinvestasi di Inggris.

Sebaliknya, bagi perusahaan-perusahaan Inggris di China, terutama yang sebagian besar mendapat manfaat dari kerja sama bilateral, semakin sulit situasi mereka karena langkah mempolitisasi masalah-masalah komersial dan teknologi.

“Campur tangan Inggris dalam masalah Hong Kong telah membuat perusahaan seperti HSBC menderita. Dukungan HSBC terhadap undang-undang keamanan nasional dan rencana investasi lebih lanjut di China jelas menunjukkan keberatannya terhadap praktik Inggris mengekang Tiongkok,” tulis Zhao.
 
Perdagangan China-Inggris tetap dalam kondisi stabil meskipun adanya pandemik. Tetapi karena Inggris telah mulai melanggar prinsip-prinsip pasar bebas, China dapat mengambil tindakan yang sesuai.

“Bahkan, China dapat mempertimbangkan untuk membatalkan perlakuan paling disukai di Inggris,” tandas Zhao.

Secara keseluruhan, perdagangan bilateral mungkin mengalami penurunan, tetapi China dapat mengatasi dampaknya dengan memperluas permintaan domestik.

China adalah pasar yang luas untuk layanan keuangan Inggris. Jika China mulai mentransfer bagian dari kerja sama keuangannya dengan perusahaan-perusahaan Inggris kepada pesaing mereka di Eropa, itu akan berdampak parah.

“China juga dapat memperluas pengaruh yuan di Eropa dan kita dapat bergabung dengan euro. Mengikuti Brexit, sangat sulit bagi Inggris untuk mempertahankan dominasi pound di Eropa. Karena Uni Eropa juga enggan melihat penguatan pound, itu berarti bahwa yuan dan euro secara bertahap dapat berkembang di pasar Eropa dan akhirnya menekan pound. Dan ini layak,” tegas Zhao.

Inggris tidak boleh lupa bahwa ekonomi China telah memperoleh kekuatan yang signifikan. Meskipun China mungkin melawan, itu tidak akan secara membabi buta meningkatkan situasi. Kemungkinan tindakan balasan dari China akan akurat, timbal balik, dan dapat dibenarkan.

Pemerintah Inggris telah memberikan periode penyangga dalam larangan Huawei-nya, yang menunjukkan bahwa sebenarnya melarang Huawei adalah tindakan yang sulit untuk dilakukan.

China percaya untuk memberi waktu kepada Inggris, karena semakin banyak perusahaan Inggris yang merasakan rasa sakit dan mulai tidak puas dengan keputusan yang diambil pemerintahannya itu. Kelak akan terlihat, bahwa larangan Huawei adalah keputusan yang sangat tidak bijaksana dan Inggris harus mengubah sikapnya, sebelum sudah terlambat.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya